Selasa 17 Jul 2018 18:38 WIB

Bantah Bachtiar Nasir, Kapolri Tegaskan tak Dukung Khilafah

Ada video beredar viral menampilkan ungkapan Bachtiar bahwa Tito mendukung khilafah.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan paparan pada acara silahturahim nasional Da'i Kamtibmas di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (17/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan paparan pada acara silahturahim nasional Da'i Kamtibmas di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian membantah dirinya mendukung sistem pemerintahan khilafah sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu tokoh Aksi Bela Islam 212, Bachtiar Nasir. Sebuah video yang beredar viral di internet menampilkan ungkapan Bachtiar Nasir itu.

"Saya tidak pernah menyatakan bahwa saya mendukung khilafah," kata Kapolri Tito di Jakarta, Selasa (17/7).

Hal itu diungkapkannya saat mengomentari video Bachtiar Nasir yang mengatakan bahwa pihaknya sudah berdiskusi dengan Tito Karnavian. Dalam video tersebut, Bachtiar mengatakan, Tito setuju bahwa demokrasi harus diganti dengan sistem khilafah.

Usai mengetahui adanya video terkait dengan dirinya, Tito langsung menghubungi Bachtiar. "Saya langsung (kirim pesan) WhatsApp ke yang bersangkutan. Ustas itu saya anggap orang yang cerdas, negarawan. Tapi begitu saya melihat kata-kata ustaz di situ (video), hilang kesan saya. Ternyata ustaz tidak secerdas yang saya lihat," kata Tito.

Diakui Tito, bahwa keduanya pernah bertemu untuk berdiskusi. Namun, Tito tidak pernah menyampaikan kepada Bachtiar bahwa ia setuju dengan sistem khilafah.

Menurut dia, khilafah sama berbahayanya dengan demokrasi liberal. Demokrasi Pancasila, kata Tito, merupakan sistem pemerintahan yang paling tepat bagi Indonesia.

"Yang saya sampaikan demokrasi liberal saat ini kalau kebablasan bisa menjadi pemecah bangsa. Tapi saya tidak mengatakan untuk ganti (menjadi) khilafah. Bahkan saya katakan khilafah itu bahayanya seperti demokrasi liberal," kata mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Tito meminta para dai agar berceramah yang mencerahkan masyarakat untuk menjaga persatuan bangsa. Apalagi, saat ini memasuki masatahun-tahun politik ini.

"Dalam ceramah tolong mencerahkan masyarakat. Mari kita jaga bangsa ini jangan sampai kontestasi jadi pemecah bangsa," ujar Kapolri.

Ia menuturkan, Polri dan dai memiliki tugas penting menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjaga Tanah Air utuh dari Sabang sampai Merauke. Dai, ucap Kapolri, memiliki peran penting dalam sistem kehidupan berbangsa di Indonesia karena lebih dari 80 persen 265 juta penduduk Indonesia adalah muslim.

Posisi muslim Indonesia dalam dunia global pun strategis dan penting karena jumlah besar tersebut, bahkan muslim di Indonesia lebih banyak daripada seluruh muslim di Timur Tengah. Peran dai disebut Kapolri penting juga karena masyarakat Indonesia masih patron-klien dan sangat dipengaruhi pemikiran atau pendapat tokoh yang dianggap penting.

"Tokoh yang punya kekuasaan politik, tokoh budaya seni, tokoh aktivis, tokoh pemuda, aktivis perempuan, akademisi, intelektual didengar oleh masyarakat kita. Apalagi tokoh keagamaan," tutur Tito Karnavian.

Menurut dia, bahkan dalam masyarakat patron-klien yang didominasi masyarakat kelas bawah, tokoh agama paling didengar oleh masyarakat dibandingkan tokoh yang lainnya. Apa yang disampaikan tokoh agama, seperti dai, kata Kapolri, dianggap sebagai kebenaran dan terkadang tidak dikritik oleh masyarakat kelas bawah benar atau salahnya. Dengan sistem kultur di Indonesia seperti itu, Kapolri mengatakan dai memiliki posisi penting dalam mempengaruhi opini publik dan mencerdaskan masyarakat.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement