Senin 16 Jul 2018 22:36 WIB

Cari Bukti, KPK Geledah Kantor PLN dan Ruang Kerja Eni

Sampai saat ini, tim masih melakukan penggeledahan.

Rep: Dian Fath Risalah / Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Penyidik KPK (kiri) beraktivitas di ;antai direksi Kantor Pusat PLN saat penggeledahan di Jakarta, Senin (16/7).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Penyidik KPK (kiri) beraktivitas di ;antai direksi Kantor Pusat PLN saat penggeledahan di Jakarta, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menerangkan terkait penggeledahan di kantor pusat PLN yang beralamat di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.  Selain di kantor pusat PLN, tim KPK juga ada yang menggeledah ruang kerja Eni Maulani Saragih di DPR-RI.

"Jadi tadi ada tim yang ditugaskan, ada yang ke kantor PLN, ada yang ke kantor DPR. Jadi dilakukan penggeledahan di dua lokasi itu setidaknya saat ini," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Senin (16/7).

Penggeledahan di kantor PLN dan ruang kerja Eni, kata Febri, masih berkaitan dengan kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau-1. Menurut Febri sampai saat ini, tim masih melakukan penggeledahan.

"Jadi malam ini kita lakukan penggeledahan di dua lokasi baru mulai malam ini dan tim masih berada di lokasi," terangnya.

KPK menduga masih ada sejumlah bukti  yang diduga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka Eni Saragih. Bukti yang tersebut, berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kerja sama dan pembangunan PLTU Riau-1.

photo
Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruangan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih yang sudah menjadi tersangka KPK di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/7).

Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di Gedung Nusantara I DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/7). Proses penggeledahan di ruangan nomor 1121 itu berlangsung secara tertutup dan berlangsung sejak pukul 18.00 WIB.

Ketua DPR Bambang Soesatyo yang diwawancarai sebelum penggeledahan Eni mengungkap, sudah menerima surat pemberitahuan dari KPK soal penahanan dan penyegelan ruangan Eni.

"Menurut saya itu udah SOP penegak hukum dan kita dapat memahami karena mugkin saja pada saatnya nanti ditujukan untuk dilakukan pencarian dokumen yang dibutuhkan," ujar Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/7).

Karena itu, ia mempersilakan KPK untuk melakukan tugasnya berkaitan dengan kasus hukum Eni.

"Ya diikuti aturan yang ada ini dan kita terbuka bagi penyidik KPK yang ingin dicari, saya tidak memakai istilah pengeledahan tapi pencarian dokumen, kita persilahkan nanti didampingi oleh biro hukum disini dan pihak keamanan parlemen," ujar Bambang.

Direksi PLN sebelumnya, pada pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB sempat melakukan konferensi pers untuk memberikan penjelasan terkait penggledahan rumah Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir.

Pada konpers tersebut, Sofyan sempat menjelaskan terkait kejadian penggeledahan di rumahnya, Ahad (15/7) kemarin. Sofyan mengakui penggeledahan di rumahnya ada kaitannya dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gokar, Eni Maulani Saragih pada Jumat (13/7).

Dalam kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka yakni Eni Maulani Saragih merupakan anggota komisi VII DPR RI dan pengusaha Johanes B Kotjo. Setelah dilakukan pemeriksaan, Eni dan Johanes Kotjo ditetapkan sebagai tersangka. Eni disangka sebagai penerima suap sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap dengan nilai total Rp4,8 miliar. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement