Senin 16 Jul 2018 16:37 WIB

Dokter Setya Novanto Divonis Tiga Tahun

Dokter Bimanesh dianggap mengetahui Setya memiliki masalah hukum.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo   menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhi vonis 3 tahun kurungan terhadap Dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau Jakarta, Bimanesh Sutardjo. Terdakwa perkara merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga dijatuhi denda Rp 150 juta subsider 1 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana pada terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda 150 juta, bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan penjara 1 bulan," tutur Hakim Saefudin di PN Tipikor Jakarta, Senin (16/7). Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang menuntut dokter Rumah Sakit Permata Hijau (RSMPH) dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terdapat hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang meringankan, selama persidangan Bimanesh dinilai berlaku sopan dan belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya dan pengabdiannya sebagai dokter selama 32 tahun juga sudah membuahkan penghargaan. Sementara untuk hal yang memberatkan, Bimanesh dinilai tidak membantu program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

Bimanesh Sutardjo sebagai dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau dihubungi advokat Fredrich Yunadi untuk meminta bantuan agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau. Dia diminta mengeluarkan diagnosis menderita beberapa penyakit salah satunya hipertensi. Ia menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich, meski tahu bahwa Setnov memiliki masalah hukum dalam kasus korupsi proyek KTP-El.

Bimanesh kemudian membuat surat pengantar rawat inap manggunakan formulir surat pasien baru IGD, padahal dia bukan dokter jaga IGD. Bimanesh juga menyampaikan kepada suster Indri Astuti agar luka di kepala Setnov untuk diperban dan agar pura-pura dipasang infus, yakni sekedar hanya ditempel saja. Indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukuran 24 yang biasa dipakai untuk anak-anak.

Fredrich lalu memberikan keterangan kepada pers bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh, berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpau. Padahal, Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan menahan Setnov setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov. Lalu, Setnov dibawa dari RS ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK.

Bimanesh dijerat pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atas vonis tersebut, Bimanesh menyatakan akan memikirkannya selama tujuh hari. "Yang mulia, kami akan pikir-pikir," kata Bimanesh.

Sedangkan JPU KPK juga menyatakan akan mempertimbangkan putusan. Terkait perkara ini, advokat Fredrich Yunadi divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider lima bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement