REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan dua tersangka terkait kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau. Salah satu tersangka yang berinisial EMS (Eni Maulani Saragih) merupakan anggota komisi VII DPR. Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan yang keempat dari tersangka lainnya, pengusaha JBK (Johanes B Kotjo) kepada EMS (Eni Maulani Saragih) dengan nilai total Rp 4,8 miliar
Usai menjalani pemeriksaan pada Sabtu (14/7) malam, Eni langsung menjalani penahanan. Kepada awak media, Eni mengklaim tak ada anggota Komisi VII lainnya yang ikut menerima. "Enggak ada, enggak ada," kata Eni yang mengenakan rompi di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam.
Kepada wartawan Eni terus mengelak saat ditanya soal penerimaan uang tersebut. Ia juga mengklaim tak ada pembahasan dengan pimpinan Komisi VII lainnya. "Enggak ada, enggak ada," ujarnya singkat.
Sementara Johannes yang merupakan Bos Apac Group itu memilih bungkam seribu bahasa usai menjalani pemeriksaan. Sama seperti Eni, Johannes juga langsung ditahan oleh KPK. Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengungkapkan Eni ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari pertama. Penahanan terhadap Eni dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Untuk JBK ditahan 20 hari pertama di rutan cab KPK di Gedung KPK Kav. C-1 (gedung KPK lama)," kata Febri.
Sebelumnya KPK mengamankan 13 orang yaitu TM (Tahta Maharaya) keponakan EMS, (ARU) Audrey Ratna Justiyanti sekrtaris Johanes B Kotjo, MAK (M Al Kafidz) suami EMS dan delapan lainnya terdiri dari sopir, ajudan, staf, dan pegawai PT Samantaka.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Eni dan Johanes Kotjo ditetapkan sebagai tersangka. Eni disangka sebagai penerima suap, sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.