REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan sudah ada 62 perkara sengketa hasil pilkada (PHP) yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, hanya ada delapan perkara dari delapan daerah penyelenggara Pilkada Serentak 2018 yang berpotensi diproses oleh MK.
"Data terakhir yang kami dapat dari Biro Hukum KPU, hingga Kamis (12/7) sore, sudah ada 62 perkara sengketa hasil pilkada yang didaftarkan ke MK," ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/7).
Dari seluruh perkara yang ada, Arief menyatakan hanya ada delapan perkara yang memenuhi syarat ambang batas sengketa hasil pilkada. Ambang batas yang dimaksud, yakni sebesar 0,5 persen-2 persen.
Peraturan terkait ambang batas ini berdasarkan pada pasal 158 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Ambang batas itu berlaku dalam bentuk selisih suara antara pasangan calon (paslon) kepala daerah yang memperoleh suara tertinggi dan paslon kepala daerah yang memperoleh suara di bawahnya.
Secara matematis, ia mengatakan, ada delapan daerah yang memenuhi syarat ambang batas sebagaimana aturan dalam UU Pilkada. Artinya, delapan perkara itu memenuhi ambang batas 0.5 persen-2 persen selisih suara.
“Jadi, ada kemungkinan delapan perkara itu dilanjutkan prosesnya oleh MK," kata Arief.
Arief menambahkan, delapan daerah yang dimaksud, yakni Maluku Utara (untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur), Kota Cirebon, Kota Tegal. Kabupaten Sampang, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Boolang Mongondow, Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Pemungutan suara Pilkada Serentak 2018 dilakukan pada 27 Juni lalu. Pilkada diikuti sebanyak 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.