REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melelang satu lembar kain kiswah atau penutup ka'bah terkait kasus korupsi yang menjerat mantan menteri agama, Suryadharma Ali. Kiswah itu merupakan salah satu dari sejumlah barang rampasan dari Suryadharma.
"Salah satu barang rampasan yang akan dilelang Rabu 25 Juli 2018 adalah satu lembar kain kiswah atau penutup ka'bah berwarna hitam berukuran 80 cm X 59 cm," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/7).
KPK menjelaskan kain kiswah (penutup ka'bah) berwarna hitam berukuran 80 x 59 cm bertuliskan lafaz atau kaligrafi Arab berwarna kuning emas. Kain itu dilengkapi kain pelapis belakang berwarna hijau yang dijual dengan harga permulaan lelang Rp 22,5 juta. Masyarakat yang berminat membeli kain itu harus menyetorkan uang jaminan senilai Rp 6 juta.
Kain kiswah itu diperoleh Suryadharma Ali dari pengusaha Arab Saudi Mukhlisin dan Cholid Abdul Latief. Kiswah tersebut diberikan sebagai imbalan karena Suryadharma menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedia perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi. Sehingga, menyebabkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal.
Masyarakat yang berminat mengikuti lelang harus memiliki akun yang telah terverifikasi pada laman www.lelangdjkn.kemenkeu.go.id. Peserta lelang yang telah menyetorkan uang jaminan diwajibkan melakukan registrasi pada 25 Juli 2018 mulai pukul 10.00 hingga 11.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK.
PK Suryadharma Ali
Rencana KPK melelang kiswah bersamaan dengan proses peninjauan kembali (PK) yang ditempuh Suryadharma. PK diajukan Suryadharma atas vonis penjara yang diterima dalam kasus korupsi saat dirinya menjabat sebagai menteri agama.
Suryadharma pada 11 Januari 2016 divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta selama 6 tahun penjara ditambah dengan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Selanjutnya pada Juni 2016, majelis banding Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Suryadharma menjadi 10 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta ditambah pencabutan hak politik untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Suryadharma selesai menjalani masa pemidanaan.
Dalam perkara ini, Suryadharma terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi yaitu pertama menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selama 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten yaitu istrinya Wardatul Asriya, anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir, sopir istri hingga pendukung istrinya.
Selanjutnya, Suryadharma juga menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp 1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.
Suryadharma Ali juga menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan pagu/plafon dengan harga tertinggi sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal karena penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak dan tidak ada perundingan maka terjadi kemahalan pengadaan perumahan yaitu kemahalan perumahan di Madinah 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah sejumlah 1,404 juta riyal.
Terakhir, Suryadharma dianggap menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 sehingga memberangkatkan 1.771 orang jamaah haji dan memperkaya jamaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp 12,328 miliar yang terdiri atas 161 orang jamaah haji pada 2010 senilai Rp 732,575 juta; 639 jamaah haji pada 2011 sejumlah Rp 4,173 miliar; dan 971 jamaah haji sejumlah Rp 7,422 miliar.
PK Tiga Narapidana Korupsi
Pada 7 September 2015, atau saat Suryadharma masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, ia pernah terisak saat bercerita tentang kiswah. Dalam salah satu Bab eksepsinya, ia memberi judul, "Selembar Potongan Kiswah, KPK Membawa SDA ke Penjara" itu.
Suryadharma menyesalkan dakwaan penuntut umum atas selembar potongan kain kiswah (penutup Ka'bah) yang diterimanya. SDA mengaku tak pernah dikonfirmasi asal-usul kiswah yang disita KPK dan dituduhkan didapatkannya dari penyedia pemondokan dan katering.
Mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini membantah bahwa kiswah yang didapatnya merugikan keuangan negara. SDA beranggapan, potongan kain kiswah itu hanya bernilai agamais dan spiritual.
Kiswah, menurutnya, tidak bernilai ekonomis atau bahkan merugikan keuangan negara seperti yang didakwakan. "Bukankah ini penistaan agama?" ujar dia dengan terbata-bata saat membacakan eksepsi, Senin (7/9).
Kain kiswah yang dijadikan alat bukti ini semakin meyakinkan SDA bahwa penetapannya sebagai tersangka kala itu bermotif politik. Saat itu, ia mendukung salah satu kandidat capres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014. SDA menuding, ketua KPK nonaktif Abraham Samad menetapkannya sebagai tersangka untuk menaikkan posisi tawar Samad demi menjadi cawapres pendamping Joko Widodo (Jokowi).
Kini, empat tahun kemudian, Suryadharma kembali bersidang melalui upaya hukum luar biasa PK. Tak tangung-tanggung, salah satu saksi yang dihadirkannya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dalam persidangan PK, kuasa hukum Suryadharma, M Rullyandi menanyakan tanggapan JK menyangkut dana operasional menteri (DOM). Dalam persidangan JK mengatakan menteri diberi keleluasaan dalam menggunakan DOM.
"Saya melihat ini untuk menteri dan pejabat sederajat mendapatkan gaji Rp 19 juta, karena itu dalam menjalankan tugasnya pemerintah memberikan dana operasionalnya sebanyak Rp 120 juta yang sejak 2006 diatur di peraturan Kemenkeu yang kemudian diperbaiki dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nomor 268 yang memberikan keleluasaan untuk gunakan dana operasional menteri," jawab JK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7).
"Dalam pertimbangan pemerintah PMK yang berlaku mulai 31 Desember 2014, 80 persen itu lump sum secara bulat diberikan kepada Menteri. Lalu, 20 persen dana yang lebih fleksibel. Sehingga itu semua tergantung menteri yang menggunakan dana itu," kata JK.
KPK tak mau ambil pusing dengan kesaksian JK itu. "Hak dari terpidana untuk mengajukan peninjauan kembali. Nanti hakim yang akan mempertimbangkan hal tersebut. Kalau bagi KPK, kami masih sangat yakin kalau kasus itu terbukti dan diuji secara berlapis sampai berkekuatan hukum tetap," kata Febri Diansyah.
Bahkan, sambung Febri, eksekusi juga sudah dilakukan baik eksekusi terhadap terpidana untuk penjara sesuai dengann putusan pengadilan. KPK juga sudah menjadwalkan lelang aset rampasan pada 25 juli 2018, termasuk kain kiswah.
"Salah satu barang lelang tersebut seperti kain kiswah yang sudah disita sejak awal dan kemudian di rampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan juga akan dilelang pada hari Rabu," terangnya.