Senin 09 Jul 2018 22:23 WIB

Polemik SKM, Masyarakat Diminta Baca Label Pangan

Kemenkes menyebut SKM tinggi energi dan karbohidrat, namun rendah protein

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah produk susu kental manis dijual di salah satu mini market di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah produk susu kental manis dijual di salah satu mini market di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengemukanya polemik terkait produk kental manis (SKM) membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat menjadi konsumen yang cerdas dengan mulai membiasakan diri untuk membaca label pangan (nutrition fact) yang ada di setiap kemasan produk yang akan dikonsumsi.

“Penting bagi masyarakat untuk membiasakan membaca label pangan, nutrition fact juga pesan atau peringatan kesehatannya di kemasan atau kalengnya,” ujar Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Doddy Izwardy seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (9/7) malam.

Ia menambahkan, manfaat membiasakan diri membaca label, informasi dan peringatan kesehatan yaitu bisa mengetahui apa saja isi yang terkandung di dalam produk yang akan dikonsumsi.

"Sehingga kita bisa mempertimbangkan manfaat dan risikonya bagi tubuh kita," katanya.

Survei Diet Total (SDT) yang dilakukan Kemenkes pada 2014 lalu menemukan fakta bahwa secara merata hampir di seluruh Indonesia, konsumsi kental manis menjadi pilihan yang tertinggi dikonsumsi di kelompok produk susu dan olahannya.

“Di masyarakat kita temukan bahwa pada prakteknya produk ini diberikan kepada anak balita dengan cara diseduh/dicairkan dengan air sehingga menyerupai susu (minuman tunggal)," katanya.

Maka tidak mengherankan karena memang masyarakat tidak membaca kemasan, selain itu produk ini dipromosikan atau disebut sebagai susu. Sehingga tidak salah bila masyarakat berasumsi bahwa itu dianggap sebagai sumber protein susu dengan harga yang paling terjangkau dan bermanfaat untuk pertumbuhan.

Padahal, produk kental manis ini tinggi energi dan karbohidrat, namun rendah protein. "Karena kandungan gulanya sangat tinggi maka tidak dikategorikan sebagai susu (untuk pertumbuhan). Peruntukannya sebenarnya untuk bahan kue, bukan diperuntukkan untuk minuman tunggal dan diberikan kepada Balita," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement