REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penjabat Gubernur Jawa Barat H Mochamad Iriawan secara tegas meminta seluruh industri yang ada di sekitar aliran Sungai Citarum agar bisa mengolah limbah industri. Pengolahan limbah dilakukan melalui Ipal yang memadai atau sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal itu karena akibat dari pembuangan limbah secara liar ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. "Saya minta pabrik-pabrik ini betul-betul bisa mengikuti aturan yang ada, d imana harus melakukan pengolahan limbah yang benar. Saya tegaskan, jangan main-main lagi soal limbah!" kata Iriawan dalam siaran persnya, Sabtu (7/7).
Iriawan melakukan peninjauan terhadap salah satu pabrik di sekitar DAS Citarum. Diduga, pabrik tekstil ini membuang limbahnya langsung ke Sungai Citarum tanpa terlebih dahulu diolah melalui Ipal yang memadai.
"Kelihatannya begitu (membuang limbah ke Citarum). Makanya ditutup (mesin pengolah limbah) oleh teman-teman dari Dansektor," ujar Iriawan usai meninjau pabrik yang ada di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung.
Iriawan melihat secara langsung Ipal yang ada di pabrik tersebut. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik ini berupa cairan B-3 yang berwarna hitam pekat dengan suhu tinggi dan berbau.
"Saya sudah melihat sendiri penampungan limbah, pasti tidak akan bisa menampung dengan besarnya pabrik seperti ini," kata Iriawan.
Iriawan mengatakan ia akan maksimal terhadap ini penanganan limbah. “Korban sudah banyak, korban lingkungan, korban manusia, dan lain sebagainya. Kita tidak bisa membiarkan ini. Ke depan harus kita tegakkan (hukum) secara maksimal agar berubah," katanya.
Beberapa waktu lalu, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung bersama Dansektor telah menutup sebelas mesin produksi di pabrik tersebut. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Asep Kusuma mengatakan, Ipal yang ada pabrik ini memang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Ipalnya tidak sesuai dengan ketentuan. Saat ini segelnya masih belum dibuka," ujar Asep.
Menurut Asep, industri sejak awal sudah diberikan haknya untuk berusaha. Karena itu, industri juga diminta menunaikan kewajiban perusahaan, di antaranya membuat Ipal yang sesuai standar ketentuan industri.
Terlebih, pabrik ini melakukan penambahan kapasitas produksi sehingga ada beban limbah yang berlebih. Ketika hak diterima kewajiban tidak dilaksanakan ada sanksi yang diberikan.
Salah satunya menghentikan sumber pencemarnya. “Di antaranya dengan menyegel (mesin produksi)," kata dia.