Kamis 05 Jul 2018 19:32 WIB

KPK: Indonesia tak Kekurangan Orang Bersih untuk Jadi Caleg

KPK menilai jika mantan napi jadi wakil rakyat maka itu adalah kemunduran demokrasi.

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Laode menilai jika seorang mantan napi menjadi wakil rakyat, maka hal itu bukti kemunduran demokrasi Indonesia

Oleh karena itu kata Laode, KPK sepenuhnya mendukung upaya KPU dengan mengeluarkan peraturan nomor 20 Tahun 2018 tersebut. Yakni melarang mantan napi korupsi menjadi calon legislatif (Caleg).

"Ini akan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia dan sekaligus akan memperkuat partai politik," ujarnya pada Republika.co.id, Kamis (5/7).

Laode percaya, Indonesia tidak kekuarangan orang bersih dan berkualitas. Begitupun dengan partai politik (parpol), menurutnya parpol tentunya memiliki banyak kader-kader yang cerdas dan bersih. "Negara dan partai politik tidak kekurangan kader yang bersih dan cerdas untuk menjadi anggota DPR," jelasnya.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Sahkan PKPU Larang Eks Koruptor Nyaleg

Seperti diketahui,  Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akhirnya mengundangkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Aturan ini masuk dalam Berita Negara Republik Indonesia bernomor 834, 2018. Aturan ini diketahui juga telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, pada Senin (3/7).

Meski demikian, KPU sedikit mengubah isi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu. Perubahan itu menyasar aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Semula, aturan itu tertuang dalam Pasal 7 Ayat 1 huruf h Bab II Bagian Keempat tentang Pengumuman dan Tata Cara Pengajuan Bakal Calon. Aturan itu mulanya berbunyi:

"[bakal calon anggota legislatif] Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi,"

Sementara itu, dalam PKPU No 20 Tahun 2018 yang sudah diundangkan Kemenkumham, larangan itu diatur dalam Pasal 4 Ayat 3 Bab II Bagian Kesatu tentang Umum. Bunyi pasal itu yakni:

"Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), [partai politik] tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi,"

Pasal tersebut diketahui tidak mengatur tentang syarat bacaleg yang ditetapkan KPU, tetapi tentang bagaimana parpol menyeleksi bacaleg sebelum didaftarkan ke KPU. Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menolak mengundangkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Kemenkumham menilai, larangan mantan napi korupsi menjadi bacaleg dalam PKPU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement