Rabu 04 Jul 2018 23:08 WIB

KPK Resmi Tetapkan Gubernur Aceh Sebagai Tersangka

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menjadi tersangka kasus dugaan suap.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan suap. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan hasil operasi tangkap tangan (OTT) Selasa (3/7).

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tersangka empat orang," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/7).

Diduga sebagai penerima ada tiga orang yakni Irwandi Yusuf Gubernur Provinsi Aceh, pihak swasta Hendri Yuzal dan pihak swasta lainnya Syaiful Bahri. Sementara, diduga sebagai Pemberi: adalahAhmadi tidak dibacakan, Bupati Kabupaten Bener Meriah.

Menurut Basaria, Irwandi diduga menerima suap terkait  pembahasan anggaran dana otonomi khusus (otsus) dalam penganggaran antara provinsi dan kabupaten tahun anggaran 2018.

"Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait fee ijon proyekprovek pembangunan infrastruktur yang bersumber darl Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh TA 2018," kata Basaria.

Basaria melanjutkan, diduga, pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA. "Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara," ucapnya.

Dalam kegiatan ini KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang Rupiah sebesar Rp 50 juta dalam pecahan seratus rlbu ruplah dan bukti transaksi perbankan dari Bank BCA, Mandiri serta catatan proyek.  Basaria menambahkan, KPK sungguh menyayangkan hal seperti ini masuh terjadi. Dana otonomi khusus di TA 2018 yang total berjumlah sekltar Rp 8 Triliun justru diwarnai dengan praktek korupsi.

"Padahal seharusnya manfaat dana tersebut dirasakan oleh masyarakat Aceh dalam bentuk bangunan infrastruktur seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendldlkan, sosual dan kesehatan. Hal ini tentu saja sangat merugikan masyarakat Aceh," tutur Basaria.

Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement