Senin 02 Jul 2018 20:50 WIB

Pukat Harimau Jadi Alat Terakhir Cari Korban Sinar Bangun

Penggunaan pukat harimau berdampak buruk bagi korban dan biota danau.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Keluarga korban tenggelamnya KM Sinar Bangun menabur bunga di kawasan titik tenggelamnya kapal di Danau Toba, Sumatera Utara, Senin (2/7).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Keluarga korban tenggelamnya KM Sinar Bangun menabur bunga di kawasan titik tenggelamnya kapal di Danau Toba, Sumatera Utara, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan sudah menggelar pertemuan terkait penghentian pencarian korban kecelakaan Kapal Motor (KM) Sinar Bangun. Masih ada beberapa konsekuensi dalam upaya penghentian pencarian, salah satunya penggunaan alat pukat harimau untuk mencari korban.

"Pertemuan itu memang membicarakan apakah masyarakat masih meminta pencarian, sedangkan pencarian itu kalau dilakukan hanya menggunakan alat pukat harimau," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, Senin (2/7).

Jika pencarian korban terus dilakukan, lanjut Budi, maka pilihannya akan menggunakan alat pukat harimau saja. Budi menjelaskan, konsekuensi jika menggunakan pulat harimau maka semua yang ada di dasar perairan akan terbawa. Yaitu, jenazah atau biota dasar danau.

Penggunaan pukat berdampak buruk pada keutuhan jenazah korban KM Sinar Bangun. "Kalau untuk mengambil mayat ada kemungkinan mayat akan rusak, entah sudah lepas atau sebagainya. Jadi diberikan gambaran kepada masyarakat," jelas Budi.

Budi mengatakan berdasarkan laporan yang ia terima, sudah ada keluarga korban yang merelakan dan mengikhlaskan korban tenggelam. Namun ada beberapa keluarga keluarga korban yang masih meminta pencarian dilakukan, walau sudah dijelaskan beberapa konsekuensi.

"Kalau kita masih melakukan dengan alat yang ada tidak maksimal, risiko berat baik bagi jenazah tidak utuh dan petugasnya risiko juga karena kedalaman 450 meter," tutur Budi.

Selain itu, Budi juga sudah meminta PT Jasa Raharja (Persero) melakukan proses pembayaran dana santunan kepada keluarga korban. Budi menegaskan Jasa Raharja sudah memiliki data korban hilang yang sudah dikonfirmasi.

Selanjutnya, Budi menunggu Gubernur Sumatra Utara membuat surat keputusan terkait data tersebut. "Tinggal gubernur hari ini (2/7) atau paling lambat besok (3/7) sudah membuat surat keputusan tentang orang hilang di sana. Kalau ada surat keputusan, Jasa Raharja langsung membayar santunan dengan nominal Rp 50 juta setiap korban," jelas Budi.

Basarnas besok (3/7) akan resmi menutup pencarian korban kecelakaan KM Sinar Bangun. Meskipun secara resmi sudah ditutup, tim SAR dipastikan tetap akan melakukan pemantauan di sekitar Danau Toba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement