REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat menyatakan secara institusi tidak akan larut terlalu jauh untuk masuk dalam polemik suara pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018-2023. Sebab, PAN menyatakan ada agenda yang lebih bermutu, yaitu merawat partisipasi publik.
Wakil Sekretaris DPW PAN Jawa Barat Cecep Zafar Sofyan mengatakan, satu hal yang perlu disyukuri adalah penyelenggaraan Pilkada Jawa Barat saat ini. Selain berjalan aman, yaitu terjadi kenaikan tingkat partisipasi politik publik untuk hadir ke TPS.
"Tingkat Partisipasi pilkada 2013 itu sekitar 64,24 persen sedangkan di pilkada 2018 adalah 67,88 persen, tentu kenaikan ini adalah prestasi tersendiri, ini bagian yang tidak terpisahkan dari kerja besar semua partai politik di Jawa Barat," kata Cecep dalam siaran persnya, Ahad (1/7).
Dengan peningkatan yang cukup signifikan ini, PAN Jawa Barat tidak ingin mencederai partisipasi publik di Provinsi Jawa Barat. "Kami cukup memahami kendala psikologis Pasangan Asyik,” kata dia.
Akan tetapi, sebagai peserta koalisi di Pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik), PAN jugatetap berupaya secara optimal. “Akan tetapi, kami pasti elegan menerima hasil akhir real count KPU, asalkan tetap mengacu pada UU yang berlaku," kata Cecep.
Pada prinsipnya, kata Cecep, PAN menginginkan terjadinya kesamaan persepsi terkait upaya bersama menciptakan kondusifitas politik Jawa Barat, meskipun perhitungan di KPU masih terus berjalan secara real time.
Realistis
Cecep juga merespons perkembangan mutakhir penghitungan suara Pilkada Jawa Barat 2018 dan mencermati konstelasi opini politik di media. Terkait proses hitung cepat Pilgub Jawa Barat dan jika mengacu pada sejumlah lembaga survei, jumlah suara sah adalah 64,87 persen.
Selain itu, proyeksi selisih suara Pasangan Rindu dan Pasangan Asyik berkisar pada 795.793 suara. “Terlepas pro dan kontra, suka atau tidak suka,” kata dia.
Menurut dia, PAN tentu saja realistis dan fatsun terhadap segala keputusan. Dalam hal ini, ia mengatakan, KPU adalah rujukan utama untuk memutus perkara hasil akhir perhitungan suara.
Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 10/2016 Pasal 158 Ayat 1 mensyaratkan untuk provinsi dengan penduduk di atas 12 juta, sengketa bisa dimajukan bila selisih kedua pasangan calon adalah 0,5 persen dari total suara sah.
"Artinya selisih 0,5 persen tersebut jika diasumsikan suara sah 20.616.392 sama dengan 103.082 suara," katanya.