Sabtu 30 Jun 2018 05:53 WIB

Begitu Pemaafkah Masyarakat Terhadap Koruptor?

Mendagri tetap melantik tersangka jadi kepala daerah.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang (tengah) menunjukkan barang bukti Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Blitar dan Tulungagung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/6).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang (tengah) menunjukkan barang bukti Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Blitar dan Tulungagung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Dian Erika Nugraheny

Usai pilkada serentak pada 27 Juni lalu memunculkan satu pertanyaan serius dalam kehidupan bangsa: sebegitu pemaafkah masyarakat terhadap koruptor? Pasalnya, ada ada pejabat terlibat korupsi dan menjadi tahanan KPK namun tetap memenangkan pilkada.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun dibuat bingung atas fenomena ini. KPK menilai masyarakat mudah memaafkan penyelenggara negara yang terlibat korupsi.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, terpilihnya pejawat Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dalam Pilkada 2018 membuktikan hal ini. Padahal, Syahri sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK awal bulan Juli ini akibat kasus dugaan korupsi.

"Bisa jadi rakyat kita pemaaf dan yang dimaafkan bisa jadi mungkin bakal lebih baik (setiap orang punya pintu atau jendela kebaikannya)," ujar Saut di Jakarta, Jumat (29/6).

Meski begitu, Saut menyatakan tetap menghargai hasil Pilkada Kabupaten Tulungagung. Pilihan warga yang tetap memilih Syahri Mulyo, meski sudah menjadi tahanan KPK harus dihormati. "Yang namanya suara rakyat itu suara Tuhan, itu dalam politik begitu. Jadi, rakyat kalau sudah menentukan pilihannya harus dihargai," ujarnya.

Kemenangan Syahri Mulyo merupakan bukti jika KPK tidak terlibat dalam konflik politik. Penetapan tersangka atas Syahri ternyata tidak memengaruhi hasil perolehan suaranya di Tulungagung.

"Ternyata dia terpilih. Jadi, ini saya katakan berkinerja saja tidak cukup," ujar Saut.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK akan tetap memproses seluruh kepala daerah yang telah dijerat lembaga antirasuah. Baik mereka yang terpilih maupun yang tidak terpilih.

"Jadi, calon kepala daerah terbaik yang sudah ditahan ata pun belum ditahan oleh KPK yang sudah jadi tersangka tetap akan diproses sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Febri menegaskan.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengaku akan tetap melanjutkan tahapan Pilkada Kabupaten Tulungagung. Kemenangan pejawat, Syahri Mulyo, di Tulungagung tidak akan mengganggu proses hukum atas dirinya.

"Kami tetap melanjutkan proses dalam aspek kepemiluan. Mengenai status hukumnya, proses hukum yang berjalan," ujar Viryan kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/6).

Viryan melanjutkan, KPU tidak bisa membatalkan kemenangan calon kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Larangan bagi tersangka korupsi menjadi calon kepala daerah pun tidak ada. "Maka, kita lihat kondisi beberapa hari ke depan seperti apa. Pelantikan atas kemenangan beliau (Syahri) merupakan kewenangan Kemendagri," kata Viryan.

Setelah diumumkan oleh KPU sebagai bupati Tulungagung terpilih, Syahri Mulyo akan tetap dilantik. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan, kepala daerah yang menang di Pilkada 2018, tetapi menjadi tersangka korupsi tetap akan dilantik sesuai jadwal.

Namun, statusnya bisa berubah jika sudah ada putusan hukum yang bersifat tetap. Dengan demikian, proses hukum atas calon terpilih itu tetap berjalan. Penjelasan Tjahjo ini merupakan jawaban atas status Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo, yang unggul dalam pemungutan suara Pilkada 2018, Rabu (27/6) lalu.

Berdasarkan hasil penghitungan suara dari KPUD setempat, Syahri mendapat lebih dari 50 persen suara sah pilkada. Bersama pasangannya, Maryoto Bhirowo, Syahri unggul atas pasangan cabup-cawabup Margiono-Eko Prisdianto.

"Nanti tetap dilantik sampai ada kekuatan hukum tetap dia bersalah atau tidak," ujar Tjahjo.

Tjahjo melanjutkan, jika pengadilan memutuskan Syahri bersalah, statusnya sebagai bupati Tulungagung akan dicabut kembali. Kondisi ini, kata Tjahjo, serupa dengan kepala daerah sebelumnya yang pernah dilantik saat berada di tahanan.

Adapun dasar dari kondisi tersebut adalah UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Aturannya menyatakan calon gubernur, wali kota, dan bupati yang berstatus tersangka dan terpilih akan tetap dilantik. Calon bupati atau calon wali kota terpilih nantinya akan dilantik oleh Mendagri, sebagaimana diatur pada Pasal 164 Ayat (6) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

Partai politik pengusung harus mencari pengganti wakil bupati jika Syahri menerima ketetapan hukum tetap atas kasusnya. Posisinya akan digantikan oleh wakilnya, cawabup Maryoto Bhirowo. Namun, Maryoto masih enggan berkomentar soal siapa calon wakil bupati yang akan diusulkan ke partai pengusung apabila dirinya naik ke posisi bupati menggantikan Syahri Mulyo.

"Kami belum berpikir ke sana. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana menjaga kemenangan ini sampai rekapitulasi resmi di KPU. Selebihnya akan kami diskusikan nanti," ujarnya.

KPK menetapkan Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Agung Prayitno dari pihak swasta sebagai tersangka penerima suap, sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengusaha Susilo Prabowo.

Susilo Prabowo diduga menyuap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo melalui Agung Prayitno sebesar Rp 1 miliar terkait dengan fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement