REPUBLIKA.CO.ID, Mata Waryono memandang jauh pada hamparan tanaman padi seluas dua hektare miliknya di Desa Karangmulya, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jumat (29/6). Jika kondisi pengairan di sawahnya memungkinkan, maka dia akan bersiap untuk memupuk kembali tanaman padinya yang kini berumur sekitar 40 hari.
"Tanaman padi itu sudah waktunya memasuki pemupukan kedua," ujar Waryono.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur itu menyebutkan, pemupukan pertama di musim tanam gadu 2018 sudah dilakukannya pada pertengahan Ramadhan 2018 lalu. Saat itu, umur tanaman padinya baru 15 hari.
Untuk pemupukan kedua, menurut dia, biasanya dilakukan 20 hari setelah pemupukan pertama. Namun, karena sulitnya pengairan saat ini, pemupukan kedua masih baru sebatas rencana.
Waryono mengatakan, pemupukan menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan musim tanam. Selain menyuburkan, pupuk juga akan membuat tanaman padi lebih cepat berbulir sehingga mempercepat tibanya panen.
"Selain itu, bulir padi juga menjadi lebih banyak. Otomatis, penghasilan yang diperoleh petani pun akan semakin besar," ujarnya.
Selama ini, kata Waryono, hasil panen yang diperolehnya kurang lebih tujuh ton per hektare. Jika tanpa pemupukan, maka hasil yang diperoleh akan jauh lebih sedikit dari tujuh ton per hektare.
Untuk setiap kali pemupukan di lahan satu hektare, Waryono menaburkan pupuk sebanyak lima kuintal per hektare, dengan formula 2 : 1 : 1: 1. Yakni, Phonska dua kuintal, Urea satu kuintal, ZA satu kuintal dan SP satu kuintal. Untuk pupuk Phonska, Urea dan ZA, berasal dari PT Pupuk Kujang.
Waryono mengaku, untuk komposisi pupuk yang ditaburkannya, belum sesuai dengan anjuran dari Pupuk Indonesia. Hal itu terutama mengenai anjuran penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik, atau yang dikenal dengan istilah semi organik.
Menurutnya, para petani di daerahnya juga memiliki kebiasaan yang sama dengannya dalam hal penggunaan pupuk. "Lahan di sini tadah hujan, jadi harus cepat mengolah tanah karena harus mengejar (ketersediaan) air. Kalau menggunakan pupuk organik belum bisa seperti itu, terutama di tahun-tahun awal penggunaannya," tutur Waryono.
Terpisah, Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang, mengakui hal itu. Menurutnya, para petani di Kabupaten Indramayu memang sebagian besar belum terbiasa menggunakan pupuk organik. Mereka masih memilih setia menggunakan pupuk kimia.
Selain itu, takaran pupuk kimia yang ditaburkan kebanyakan petani pun lebih banyak dari takaran yang dianjurkan. Hal tersebut terutama diterapkan oleh para petani penggarap.
"Sekitar 80 persen petani penggarap menggunakan pupuk secara berlebih," ucap Sutatang.
Pupuk memang sudah menjadi kebutuhan utama petani dalam setiap musim tanam. Tanaman tanpa pupuk, bisa diibaratkan makanan tanpa garam. Untuk itu, mereka berharap agar pasokan pupuk selalu aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi mereka.
Manager Komunikasi Perusahaan PT Pupuk Kujang, Ade Cahya Kurniawan, menjelaskan, berdasarkan anjuran dari Pupuk Indonesia, penggunaan pupuk idealnya menggunakan formula 5 : 3 : 2 per hektare lahan. Yakni, pupuk organik 500 kg, NPK 300 kg dan Urea 200 kg.
Ade mengakui, belum semua petani mengikuti anjuran penggunaan pupuk tersebut. Namun, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada petani dengan beberapa cara. Di antaranya, temu lapangan dan demontration plot (demplot) dengan kawalan teknologi. "Tapi memang, merubah kebiasaan itu perlu waktu," tegas Ade.
Ketika ditanyakan mengenai stok pupuk, Ade memastikan, aman. Khusus untuk Kabupaten Indramayu, per 25 Juni 2018, stok yang ada mencapai 1.500 ton atau 100 persen dari ketentuan dua minggu.
"Stok itu akan terus bertambah seiring produksi kedua pabrik yang berjalan lancar menghasilkan 3.500 ton per hari," tandas Ade.