Selasa 26 Jun 2018 18:41 WIB

Menkumham: PKPU Caleg Eks Koruptor tak Bisa Diundangkan

Semua pihak harus mematuhi putusan MK, meski PKPU tersebut bertujuan baik.

Menkum-HAM, Yasonna H Laoly
Foto: Dian Erika
Menkum-HAM, Yasonna H Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM menegaskan tidak bisa mengundang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait aturan larangan eks-koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg) 2019. "Tidak bisa (peraturan diundangkan oleh KPU), batal demi hukum," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/6).

Pada Kamis (21/6), KPU mengirimkan surat kepada Kemenkumham mengenai permintaan KPU agar Peraturan KPU yang mengatur larangan tersebut tidak ditolak Kemenkumham. Lalu, Kemenkumham pun membalas bahwa aturan tersebut belum dapat diundangkan.

“Kami kan minta (peraturan direvisi), hak kami juga menyampaikan pendapat kita. Kita tunggu respon mereka, kita kembalikan (permintaan itu), nanti kita lihat respon mereka," kata Yasonna.

Peraturan ini mengatur mengenai seorang mantan napi koruptor dapat menjadi caleg. Dengan catatan, yang bersangkutan tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih. 

Aturan ini juga menyatakan persyaratan lainnya, yaitu tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan. Selain itu, orang tersebut dapat menjadi caleg bila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

"Itu kan bertentangan dengan Undang-undang (UU) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Yasonna.

Baca Juga: Pakar: Kemenkumham tak Berwenang Menilai Peraturan KPU

Yasonna menerangkan ketika UU Pemilu dibahas banyak yang tidak sepakat dengan pasal tersebut. “Kita tunduk pada putusan MK, karena itu kan sistem negara, bukan sistem suka-suka. Kalau MK sudah buat begitu, pemerintah bersama DPR tunduk pada putusan MK, jadi itu persoalannya," ungkap Yasonna.

Putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 pada 9 Juli 2015 membolehkan eks-koruptor menjadi calon anggota legislatif. Dalam putusan itu disebutkan "Seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar dari penjara atau lembaga pemasyarakatan pada dasarnya adalah orang yang telah menyesali perbuatannya, telah bertaubat, dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya”. 

Dengan demikian, seseorang mantan narapidana yang sudah bertaubat tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman lagi. Hukuman tambahan ini yang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g UU No. 8 tahun 2015 tentang Pemilukada Gubernur, Bupati Dan Wali kota.

Pasal 7 huruf g berbunyi "Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih."

Yasonna menegaskan semua pihak harus mematuhi putusan MK, meski PKPU tersebut bertujuan baik. “Jangan kita buat sesuatu yang bertentangan dengan ini,” kata dia.

Ia mengatakan ketidakpatuhan terhadap sistem hukum bisa membuat lembaga lain melakukan hal serupa. “Mereka membuat peraturan yang bertentangan dengan UU uji saja, berlakukan dulu, tidak bisa begitu, semua kita tunduk pada tatanan," kata Yasonna.

Ia pun menunggu niat KPU untuk merevisi PKPU tersebut. "Kita tunggu itikad baik oleh KPU, masih ada waktu kok," tutur Yasonna.

Sebelumnya, KPU menegaskan akan tetap membuat aturan tersebut dan memasukkannya dalam Peraturan KPU tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement