Jumat 22 Jun 2018 18:18 WIB

BNPT Apresiasi Vonis Mati Aman Abdurrahman

Aman merupakan salah satu napi terorisme yang menolak program deradikalisasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Suhardi Alius di Istana Negara, Selasa (22/5).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Suhardi Alius di Istana Negara, Selasa (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengapresiasi vonis mati terhadap inisiator kasus bom Thamrin,  bom gereja oikumene di Samarinda, dan bom Kampung Melayu Aman Abdurrahman alias Oman. Suhardi mengatakan, Aman merupakan salah satu napi terorisme yang menolak program deradikalisasi.

"Dari satu sisi pesan hukum dia (Aman) orang yang sangat menginspirasi dalan terorisme dan sekarang juga bisa dijangkau dalam ranah hukum dan putusan hakim," kata Suhardi di Kantornya, Jumat (22/6).

Suhardi mengungkapkan, selama ini Aman adalah salah satu narapidana terorisme yang menolak untuk program deradikalisasi selama mendekam di tahanan.  Majelis hakim PN Jakarta Selatan, Jumat (22/6), memutuskan hal tersebut selepas membacakan pertimbangan putusan hingga dua jam lamanya.

Baca juga: Divonis Mati, Aman Abdurrahman Sujud Syukur

"Menyatakan terdakwa Aman Abdurrahman telah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Aman Abdurrahman dengan pidana mati," ujar ketua majelis hakim Ahmad Zaini di gedung PN Jakarta Selatan, Jumat.

Mendengar putusan itu, Aman, yang berada di kursi terdakwa, melakukan sujud syukur di depan kursi itu. Sontak aparat keamanan pun langsung menutupi Aman yang sedang duduk. Perlakuan ini sempat dilakukan protes oleh awak media.

Putusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Aman dinilai terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Lalu, dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebelumnya, pada agenda sidang pembacaan pleidoinya, Aman membantah adanya tuduhan keterlibatannya dengan aksi-aksi terorisme tersebut.

Aman juga membantah dirinya melakukan kekerasan penyerangan anggota polisi di Bima dan penyerangan anggota polisi di Medan. Dia hanya menyatakan, dirinya cuma mengajarkan konsep khilafah. Dia membantah pernah mengajarkan muridnya untuk beraksi meledakkan bom.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement