Jumat 22 Jun 2018 18:08 WIB

Vonis Mati Dinilai tak Berpengaruh Bagi Aman

Putusan itu bisa memunculkan amarah bagi para pendukungnya.

Rep: Farah Nabila/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa kasus dugaan serangan teror bom Thamrin Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (tengah) bersiap menjalani sidang pembacaan putusan (vonis) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Terdakwa kasus dugaan serangan teror bom Thamrin Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (tengah) bersiap menjalani sidang pembacaan putusan (vonis) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Pengamat terorisme yang juga merupakan Direktur The Community Ideological Islamist Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mengatakan, vonis mati yang dijatuhkan kepada terpidana mati bom Thamrin Aman Abdurrahman tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi Aman. Sebab, sebagai induk kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Aman memahami posisi dan konsekuensinya, termasuk hukuman mati.

“Bagi seorang Aman, barangkali vonis itu enggak akan ada pengaruhnya. Dia tahu konsekuensinya, dan dia berani menanggung  semua konsekuensinya. Makanya terungkap apa yang dia sampaikan ketika vonis itu dibacakan kan dia bilang ‘Alhamdulillah’,” ujar Harits saat dihubungi Republika, Jumat (22/6).

Menurut dia, bagi seorang pentolan kelompok JAD, Aman dinilai memang telah memahami konsekuensinya. “Karena menurut dia, orang itu semua mati. Hanya soal waktu dan tempatnya saja. Orang-orang seperti itu sih tidak ada masalah,” kata dia.

Sementara itu, dia menganggap putusan tersebut bisa saja menimbulkan potensi amarah bagi para pendukungnya. Sebab, kata dia, semua putusan akan dinilai tak adil bagi para pendukung Aman, tetapi juga menjadi adil bagi orang-orang yang kontra terhadap Aman.

Menurut dia, potensi pelampiasan amarah para pendukungnya ini memang perlu dilakukan antisipasi.  Namun, dia melanjutkan, sebagai masyarakat tak perlu menganggap pelampiasan itu sebagai hal yang berlebihan.

“Mereka pun juga bisa marah. Dan marah ini berarti ada potensi pelampiasan kemarahan itu ya bisa dengan cara mengamukkah, atau nyerang aparatkah, atau potensi-potensi lain. Tapi ya tidak perlu berlebihan untuk menyikapinya,” ujarnya.

Baca juga: Penasehat Hukum Sebut Vonis Pidana Mati Aman Dipaksakan

Sebab, menurut dia, sebenarnya telah banyak orang-orang yang menjadi pendukung yang telah ditangkap. Dia menyebut, dalam kurun waktu bulan-bulan terakhir, polisi telah menangkap lebih dari 120 orang pendukungnya.

“Dan meninggal lebih dari 15 orang ya, dalam proses penindakan itu. Jadi, kita sebagai masyarakat ya menyikapinya ya harus proposional dan tidak perlu berlebihan,” kata dia.

Majelis hakim memvonis Aman dengan pidana mati karena terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer. Selain itu, dia juga terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Baca juga: Saat Aman Mengaku Dijanjikan Kebebasan Jika Berkompromi

Atas putusan itu, penasehat hukum Aman Abdurrahman, Asludin Atjani, menyatakan, vonis pidana mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kepada kliennya itu dipaksakan. Menurut dia, majelis hakim hanya menjadikan satu hal yang menyatakan Aman bersalah dan dihukum pidana mati.

"Yang pertama yang ingin saya sampaikan setelah mendengarkan vonis dari majelis hakim tadi maka terdakwa ini, Ustaz Aman Abdurrahman ini, dinyatakan terbukti bersalah terlibat dalam bom Thamrin dan yang lain-lain itu, hanya karena beliau menyampaikan pesan moral yang menyatakan untuk melakukan amaliyah seperti di Prancis," ujar Asludin kepada awak media sehabis persidangan, Jumat (22/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement