Selasa 19 Jun 2018 14:56 WIB

Kopel: Penunjukan Iriawan Sebagai Pj Gubernur Dipaksakan

Syamsudin juga mengatakan penunjukan Iriawan juga bukti kebijakan menabrak konstitusi

Rep: Adinda Priyanka/ Red: Bilal Ramadhan
Undangan menyampaikan ucapan selamat usai pelantikan Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur (Pj) Jawa Barat, di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin (18/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Undangan menyampaikan ucapan selamat usai pelantikan Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur (Pj) Jawa Barat, di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin (18/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia menilai pemerintah melalukan sikap yang bebal. Hal ini disampaikan terkait keputusan pemerintah untuk tetap melakukan penunjukan Sekretaris Utama (Sestama) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat yang tidak sejalan dengan aspirasi publik.

Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan, langkah pemerintah
tersebut terlihat dipaksakan. "Selain itu, juga sekaligus mempertontonkan
kebijakan pemerintah yang senang menabrak konstitusi," tuturnya dalam
rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (19/6).

Syamsuddin mendesak pemerintah segera menganulir keputusan tersebut karena berpotensi menimbulkan keresahan publik. Selain melanggar konstitusi, sikap ini juga menampilkan bahwa argumentasi penunjukan tersebut sangat tidak memiliki dasar.

Syamsuddin menjelaskan, niatan penunjukan tersebut selama ini sebenarnya sudah mendapat reaksi keras dari masyarakat (publik). Hanya, pemerintah sempat berdalih beberapa daerah yang sedang event pilkada serentak terdeteksi potensi konflik.

Tapi, alasan itu dianggap mengada ada dan tidak memiliki bukti. "Terlebih selama masa kampanye yang berjalan selama ini berjalan aman dan lancar," ujar Syamsuddin.

Sebaliknya, yang terjadi pasca kebijakan ini justru adalah keresahan publik yang mengarah pada situasi kecurigaan publik terhadap pemerintah. Mereka dianggap secara sengaja membuat kebijakan yang berpotensi menguntungkan kandidat tertentu.

"Sangat disayangkan dalam situasi politik yang harusnya dijaga memasuki masa tenang untuk pilkada, malah pemerintah membuat kebijakan yang secara nyata resisten," tutur Syamsuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement