REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat hari setelah kematian Muhammad Yusuf, wartawan Kemajuan Rakyat dan Berantas News, PWI Pusat, Kamis (14/6) membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Tim ini dipimpin Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ilham Bintang.
Plt Ketua Umum PWI Sasongko Tedjo menyatakan, TPF ini akan bekerja setelah Idul Fitri, mengumpulkan dan memverifikasi berbagai informasi terkait proses penangkapan, penahanan, hingga meninggalnya Muhammad Yusuf.
"TPF akan mecari fakta secara langsung dan akan berkoordinasi dengan Kepolisian, Dewan Pers, keluarga almarhum, dan media tempat Yusuf bekerja," kata Sasongko Tedjo, dalam keterangannya, Kamis (14/6).
Menurut Sasongko, TPF PWI Pusat juga akan meneliti prinsip penanganan sengketa pers, berkaitan dengan posisi Yusuf sebagai wartawan di sebuah media.
Sebelumnya Yusuf meninggal di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan, Ahad (10 Juni 2018), dalam status tahanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru. Yusuf disangkakan melanggar Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) terkait berita konflik rakyat dengan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM).
Tidak lama setelah ditunjuk PWI Pusat sebagai Ketua TPF, Ilham Bintang langsung bergerak. Sejumlah wartawan senior PWI, yang dihubungi Ilham untuk bergabung dalam TPF, dengan antusias menyatakan kesediaannya.
"Saya hubungi teman-teman di saat Takbiran, menyatakan bersedia bergabung. Ini menunjukkan pemahaman yang tinggi tentang mulianya tugas wartawan," ujar Ilham.
Menurut Ilham, semua hambatan yang bersifat kekerasan terhadap tugas wartawan harus diperangi. Kewartawanan sendi utama demokrasi. TPF akan mulai bekerja terhitung 22 Juni 2018 hingga selesai.
Bagi Ilham, pembelaan terhadap wartawan bukan yang pertama. Pada 1985 lalu, Ilham, Wakil Ketua PWI Seksi Film dan Kebudayaan PWI Jaya, memimpin pembelaan dan pengusutan kasus penganiayaan berat wartawan film SK Martha. Selain berhasil mengumumkan black out PWI seluruh Indonesia secara nasional terhadap pelaku, ini pertama dalam sejarah pers nasional, pelaku juga berhasil ditangkap dan diadili.
"Kasus tahun 1985 itu amat berat, karena pelaku berada di lingkaran kekuasaan dan memiliki jaringan luas para pengambil keputusan politik dan keamanan," kata Ilham.