REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Saleh Partaonan Daulay meyakini tidak akan mudah memajukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai salah satu calon presiden alternatif pada Pemilu Presiden 2019. Penghalang utama Anies, yakni janji menuntaskan jabatan di Jakarta hingga lima tahun.
Menurut Saleh, ada beberapa penghalang Anies dapat maju sebagai capres maupun cawapres di Pilpres mendatang. Pertama, Saleh mengatakan, janji yang harus dituntaskan Anies untuk Jakarta selama lima tahun ke depan.
Anies berjanji tidak akan maju jadi capres/cawapres dan akan menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai Gubernur DKI. "Anies dituntut untuk membuktikannya di DKI,” kata Saleh saat dihubungi wartawan, Ahad (10/6).
Jika Anies memaksa maju menjadi capres pada Pilpres 2019 maka apa perbedaan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu dengan Presiden Joko Widodo. “Apa bedanya dengan Jokowi yang menjabat gubernur dalam waktu singkat?” kata dia.
Karena itu, Anies harus bersabar hingga masa jabatannya di DKI selesai pada 2022. “Kalau sudah terbukti mampu membenahi Jakarta, barulah semua kalangan yakin akan mampu membenahi Indonesia," ujar dia.
Alasan kedua, Saleh melanjutkan, Anies juga tidak memiliki kendaraan politik untuk maju sebagai capres maupun cawapres. Jika ia maju, tentu ia akan berhadap-hadapan dengan Partai Gerindra yang menjadi pengusungnya pada Pilkada DKI Jakarta.
Partai Gerindra sudah memastikan akan mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres. "Perlu energi untuk mengkonsolidasikan dengan partai-partai yang ada, khususnya Gerindra yang menjadi kenderaannya ketika maju di Pilgub DKI," kata Saleh.
Terkait deklarasi Gerakan Indonesia untuk Indonesia yang mendorong Anies Baswedan maju capres 2019, Saleh mengatakan, hal itu adalah bagian kebebasan pendapat. “Namun, perlu disadari, Anies tidak mudah untuk diusung menjadi capres atau cawapres pada pilpres yang akan datang," ujar Saleh.
Di sisi lain, wakil ketua Komisi IX DPR itu menilai Anies memang memiliki kapasitas. Sementara untuk elektabilitas masih perlu diukur secara objektif dan terbuka lantaran wacana pencapresannya belum begitu kuat.
"Apalagi, masa kepemimpinannya di DKI belum begitu lama. Ini kan masih main seperti puzzle. Bongkar pasang pasangan lalu dianalisia. Keluarlah beberapa nama. Termasuk nama Anies Baswedan," kata Saleh.