REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini, penyanyi dangdut Via Vallen menjadi buah bibir lantaran unggahan ceritanya di Instagram tentang seseorang yang melecehkannya secara verbal. Kenyataannya, perempuan bernama asli Maulidia Octavia ini tidak sendiri. Satu dari tiga perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan dan pelecehan.
Asisten Deputi Perlindungan Perempuan dalam Situasi Darurat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Nyimas Aliah mengatakan, apa yang dialami penyanyi Via Vallen sebagai public figure juga dialami banyak kaum hawa. Ia mengutip Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPPN) 2016, bahwa satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan seumur hidup.
"Artinya dari tiga perempuan, ada satu di antaranya yang mengalami pelecehan, kekerasan," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/6).
Baca juga, Via Vallen Sebar Semangat Asian Games Lewat Lagu Dangdut
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja, seperti di dalam kereta, dicolek atau mendapat siulan nakal. Kementerian PPPA, kata dia, tidak mentolerir sekecil apapun bentuk kekerasan terhadap perempuan. Jadi, kalau ada perempuan yang mengalami kekerasan dan dia tidak nyaman maka dia wajib lapor di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian dengan disertai saksi dan bukti untuk memperkuat laporannya.
"Baik kasus Via Vallen atau perempuan lain Indonesia kalau mengalami kekerasan harus berani melaporkan apalagi kalau ia tidak nyaman dan terasa terancam. Kemudian lapor juga ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk pendampingan," katanya.
Baca juga, Via Vallen Nyanyikan 'Meraih Bintang' untuk Asian Games 2018
Ia menegaskan, kepolisian dan Komnas Perempuan harus menerima aduan ini. Kemudian, polisi bisa memproses pelaku dengan menerapkan pasal-pasal terkait, misalnya pasal perbuatan tidak menyenangkan. Ia meminta perempuan yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual untuk berani melapor.
"Karena ini untuk efek jera pelaku dan calon pelaku. Kalau tidak lapor, pelaku bisa menganggap korban gampang dilecehkan dan mengulangi aksinya, jadi (korban) harus berani," ujarnya.
Ia menyebutkan, ada 15 jenis kekerasan yang bisa diketahui perempuan di antaranya colekan, kata-kata, hingga bahasa tubuh. "Laporkan, asal punya bukti atau saksi menguatkan. Kemudian jangan melapor sendiri tetapi didampingi yang pro gender," ujarnya.