Kamis 07 Jun 2018 16:27 WIB

Mantan KSAU: Kenapa Ramai Saat Saya Pensiun?

Selama menjabat KSAU Agus mengaku tak pernah ditanya soal AW-101

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Helikopter AW101
Foto: youtube.com
Helikopter AW101

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Purnawirawan Agus Supriatna menilai kasus korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU 2016-2017 ramai setelah dirinya pensiun. Hal tersebut ia sampaikan usai pemeriksaan dirinya sebagai saksi tersangka Irfan Kurnia Saleh yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiripada, Rabu (6/6). 

"Saya kasih tahu ya, selama saya waktu masih aktif belum pernah ada satu orang pun yang bertanya kepada saya masalah AW-101. Tapi setelah saya pensiun baru mengatakan itu. Jadi saya ingin sampaikan itu. Saya berharap kita lebih baik duduk bersama, kita bicara blak-blakan," tutur Agus di Gedung KPK Jakarta.

Agus menilai, permasalahan pengadaan Helikopter AW-101 seharusnya tak perlu dibuat gaduh seperti saat ini. Menurutnya ada pihak yang kurang memahami UU APBN dan mekanisme anggaran APBN.

"Sebetulnya dariawal dulu saya tidak mau bikin gaduh, bikin ribut permasalahan ini. Karena AW-101 ini harusnya teman-teman juga tahu, coba tanya kepada yang membuat masalah ini tahu tidak UU APBN. Tahu tidak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa. Kalau tahu tidak mungkin melakukan hal ini," tegasnya.

Namun, ia enggan mengungkapkan siapa pihak lain yang membuat gaduh itu. Agus juga menyebut pihak lain tersebut tidak begitu memahami peraturan Menteri Pertahanan dan Peraturan Panglima dalam pengadaan barang di TNI.

"Yang kedua, tahu tidak peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2011. Kalau tahu, tidak mungkin juga melakukan ini dan ada juga Peraturan Panglima Nomor 23 tahun 2012, kalau memang tahu, tidak mungkin juga melakukan hal ini," tambah Agus.

Seharusnya, lanjut Agus, permasalahan pengadaan ini bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama."Sebenarnya ini semua tuh bisa duduk bersama. Duduk bersama level-level Menteri Pertahanan, Panglima TNI yang sebelumnya, saya, kita duduk bersama. Kita pecahkan bersama di mana sebetulnya masalahnya ini, jangan masing-masing merasa hebat, merasa benar karena punya kekuasaan," tutur Agus.

Sementara itu, Kuasa Hukum Agus, Teguh Samudera menjelaskan saat pemeriksaan Agus menjelaskan kepada penyidikbagaimana proses pengadaan barang di tingkat TNI. "Dijelaskan aturan dari masalah APBN sampai aturan bersama Menhan dan peraturan panglima itu dijelaskan kepada penyidik. Jadi lama itu menjelaskan semua biar penyidik itu tahu," terang Teguh.

Menurut Teguh, penyidik kurang memahami dan main hantam dalam kasus ini sehingga langsung dijadikan kasus tindak pidana korupsi. "Padahal kan problem prosedurnya ada. Bahkan kontraknya pun belum selesai. Ini yang saya khawatirkan. Kalau ini barang langka yang kita cari susah alutsista ini. Kemudian sekarang disita, tidak dipanasin ibaratnya ini akan jadi besi tua. Yang rugi ya kita-kita juga," ucapnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Irfan Kurnia Saleh yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sebagai tersangka dari unsur swasta. Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.

Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, POM TNI sendiri telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017. Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement