Rabu 06 Jun 2018 19:54 WIB

Bawaslu Kritisi Pertemuan Sekjen PSI dengan KPU

Anggota Bawaslu menilai seharusnya KPU tak membahas kasus yang melibatkan PSI.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja
Foto: Republika/Dian Erika
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengkritisi pertemuan antara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah pemeriksaan di Bareskrim Polri. Menurut Bagja, kedua pihak seharusnya tidak membicarakan soal kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh PSI.

"Kalau pertemuan sebenarnya tidak masalah. Tapi harusnya jangan membicarakan persoalan kasus yang sedang ditangani oleh Bareskrim Polri. Apalagi setelah itu KPU memberikan keterangan ke Bareskrim Polri, " ujar Bagja saat menyampaikan keterangan pers terkait penghentian kasus dugaan pelanggaran kampenye HTI di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakart Pusat, Rabu (6/6).

Menurut Bagja, Bawaslu belum tahu ada pertemuan tersebut. Setelah polemik antara PSI, Bawaslu dan KPU bergulir pun, pihaknya tidak mengetahuinya. "Kami mengetahui dari media soal adanya pertemuan itu," tegasnya.

Bagja menjelaskan alasan pemaparan Berita Acara Penyidikan (BAP) salah satu Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada saat konferensi pers akhir bulan lalu. Menurutnya, pernyataan Wahyu di Bareskrim menjadi dasar kuat bagi pihak kepolisian untuk menghentikan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI di tingkat penyidikan. "Sebab, standing poin yang paling menjadi dasar digunakan oleh polisi adalah pendapat penyelenggara teknis pemilu," katanya.

Sementara itu, disinggung tentang rencana melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bagja menyatakan keinginan itu masih kuat. "Tetapi kami masih pertimbangkan opsi baik ataupun buruknya," tambahnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI, Raja Juli Antoni, mengakui jika ada pertemuan antara dirinya dengan KPU usai pemeriksaan di Bareskrim Polri. Namun, pertemuan itu tidak hanya membahas persoalan penanganan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh PSI.

Menurut Raja Juli, ada pertemuan dengan salah satu Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, pada Selasa (22/5). Dirinya membenarkan jika pertemuan itu terjadi setelah dirinya diperiksa oleh Bareskrim Polri. Dalam pertemuan itu, salah satunya membahas masalah hukum yang sedang dihadapi PSI terkait dugaan pelanggaran kampanye di media massa.

"Pertemuan saya dengan Pak Hasyim Asyari tidak terkait langsung dengan kasus yang ketika itu saya hadapi.Masalah kasus yang sedang saya hadapi hanya bagian kecil dari seluruh perbincangan kami," ujar Raja Juli dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu.

Baca juga: Sekjen PSI Akui Bertemu KPU Usai Diperiksa Bareskrim Polri

Dia melanjutkan, sebelum pertemuan itu, dirinya membalas pesan Hasyim Asy'ari. Hasyim mengirim file dalam bentuk format PDF berisi 'Mekanisme dan Persyaratan Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota,' kepada Raja Juli.

"Saya meminta waktu beliau untuk bertemu berkonsultasi mengenai hal ini (file yang dikirim). Selain mengenai file di atas, kamu berbincang banyak hal seperti draft PKPU yang sedang proses rapat dengar pendapat dengan DPR," lanjut dia.

Raja Juli pun menegaskan jika saat bertemu dengan Hasyim Asy'ari, dirinya sama sekali tidak mengetahui bahwa akan ada ahli dari KPU yang dipanggil oleh Bareskrim Polri. Informasi tentang pemanggilan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, baru diketahui oleh Raja Juli pada saat konferensi pers oleh Bawaslu terkait penghentian kasus PSI, pada 31 Mei lalu.

"Selama proses kasus ini saya tidak pernah bertemu sama sekali dengan Wahyu Setiawan, yang diketahui menjadi salah satu ahli saat dipanggil di Bareskrim Polri. Saya ingin menegaskan bahwa penerbitan surat perintah penghentian penyidikan murni proses pro justicia di Bareskrim Polri," tuturnya.

Sementara itu, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan pihaknya tidak melakukan intervensi apapun terkait penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh PSI. Dirinya juga menyatakan tidak pernah bertemu dengan pengurus PSI selama penanganan kasus tersebut.

"KPU tidak melakukan intervensi apapun terhadap proses pengambilan keputusan itu. Jadi agak berlebihan misalnya keterangan saya dianggap seolah-olah sangat menentukan keputusan Sentra Gakkumdu melalui Bareskrim Polri," ujar Wahyu kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Dia menjelaskan, pemeriksaan atas dirinya oleh Bareskrim Polri dilakukan sebelum 30 Mei. Saat itu, Wahyu menyampaikan keterangan soal beberapa hal.

"Antara lain saya ditanya apakah peraturan KPU tentang kampanye pemilu 2019 sudah ada? Maka saya juga sampaikan bahwa peraturan KPU kampanye pemilu 2019 dan perbawaslu tentang pemilu 2019 belum ada," paparnya.

Sedianya, lanjut Wahyu, peraturan kampanye itu memuat jadwal, metode dan materi kampanye. "Maka apakah keterangan yang saya berikan itu akan dipakai atau tidak oleh Sentra Gakkumdu dalam mengambil keputusan, itu sepenuhnya kewenangan Gakkumdu. KPU tidak terlibat di dalamnya. Saya pun tidak pernah bertemu dengan pengurus dari PSI selama penanganan kasus ini," tegas Wahyu.

Wahyu menambahkan, KPU yang diwakili oleh dirinya, bukan satu-satunya pihak yg dimintai keterangan terkait kasus PSI. Sejumlah pihak lain, yakni Bawaslu, PSI dan sejumlah ahli dari perguruan tinggi.

Baca juga: KPU: Kami tak Intervensi Penanganan Kasus PSI di Polri

Sebagaimana diketahui, penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akhirnya resmi dihentikan di tahap penyidikan. Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) pada Kamis (31/5) lalu. Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan penghentian kasus ini disebabkan adanya keterangan yang disampaikan oleh Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal.

Dalam keterangannya kepada penyidik Bareskrim Polri,Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019. Keterangan ini berbeda dengan yang disampaikannya pada saat pemeriksaan di Bawaslu pada 16 Mei lalu yang memperkuat dugaan bahwa iklan polling PSI di Harian Jawa Pos memenuhi unsur kampanye di luar jadwal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement