Kamis 31 May 2018 17:19 WIB

Pemulung Buku Dawam

Satu dus buku karya Dawam sekarang tersimpan di lemari

Dawam Rahardjo (kanan)
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Dawam Rahardjo (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Selamat Ginting

Saat mahasiswa, saya beruntung bisa bergabung denfgan LP3ES (Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi-Sosial) di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Walaupun, hanya sebagai tenaga pengumpul data bersama beberapa mahasiswa dari UI dan IPB.

Mahasiswa UI cakap di teori penelitian, IPB pandai di statistik. Mahasiswa Fisip Unas? Unggul di lapangan. Gigih. Waktu penelitian satu bulan, bisa diselesaikan dua pekan. Tiga keunggulan itu membuat kolaborasi yang sangat baik dalam sebuah tim.

Di LP3ES, saya sekalian belajar mengaplikasikan metodologi penelitian sosial politik. Pemberi materi antara lain Dr Didik J Rachbini (kini profesor) yang juga dosen mata kuliah ekonomi politik di Fisip Unas. Memang hanya membantu penelitian lapangan, namun berhak mendapat honor antara Rp.500 ribu hingga Rp.1 juta. Cukup besar untuk mahasiswa pada 1990.

Sebagai perbandingan, sarjana yang baru masuk pegawai negeri, gajinya tidak sampai Rp 200 ribu per bulan. Usai penelitian, honornya bisa untuk traktir teman-teman di warteg Udin di depan kampus Unas.

Nah, di belakang gedung LP3ES, terdapat tempat pembuangan sampah. Sampahnya tidak sembarangan, melainkan buku-buku politik dan ekonomi yang sudah dimakan rayap. Sebagian besar buku atau kumpulan tulisan Dawam Raharjo. Ia pernah menjadi pimpinan di lembaga tersebut.

Di dinding tembok tertulis: dilarang mengambil buku-buku di tempat sampah. Ah, saya tidak peduli. Saya pilih yang masih agak bagus. Mungkin ada yang melihat saya memunguti buku-buku tersebut. Besoknya ditambah tulisan: yang ambil buku anjing! Saya pun tidak peduli. Bahkan kalau jumpa orangnya, ingin rasanya memberikan salam kepalan tangan ke wajahnya.

Saya berhasil menjadi pemulung buku. Sekitar satu dus saya bawa pulang ke rumah. Buku-buku itu masih tersimpan rapi hingga kini. Umumnya tentang ekonomi politik Islam dan ekonomi kerakyatan karya Dawam Rahardjo.

Begitulah, saat mahasiswa saya menjadi pemburu buku di tukang loak dan tempat sampah. Maaf, Pak Dawam. Saya tidak sanggup membeli buku karyamu. Cuma bisa mengambil dari tempat sampah.  Semoga karyamu menjadi amal di akhirat kelak.

Duka cita untuk Dawam Raharjo. Selamat jalan Profesor. Semoga husnul khotimah.

 

*) Penulis adalah Jurnalis Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement