REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar undang-undang jika melarang mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Bambang mengatakan tidak ada masalah mantan napi koruptor menjadi caleg, asalkan dirinya mengumumkan ke publik tentang kasus yang pernah menjeratnya.
"Ikhtiar KPU ingin menghasilkan pemilu yang bersih dan bebas korupsi harus didukung, tapi KPU juga harus mencermati aturan perundangan soal hak politik warga negara jika melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (28/5).
Menurut Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet, jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap bersikukuh akan melarang mantan narapidana korupsi menggunakan hak politiknya sebagai WNI untuk dipilih menjadi caleg, itu tidak bijaksana. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa mantan narapidana yang sudah menjalani masa hukuman penjara lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik mengenai kasus hukum yang pernah menjeratnya.
Selain itu, mantan narapidana itu juga harus mendeklarasikan secara jujur bahwa dirinya mantan narapidana korupsi, tidak dicabut haknya oleh keputusan Pengadilan, melewati jeda waktu lima tahun, jika tuntutan hukumannya di atas lima tahun. "Syarat lainnya adalah mantan narapidana itu menunjukkan sikap penyesalan dan berkelakuan baik selama menjalani tahanan serta tidak mengulangi perbuatannya," katanya.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menyatakan setuju dengan pandangan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang yang berpendapat agar mantan narapidana korupsi tetap diberi kesempatan menjadi caleg sepanjang memenuhi syarat dan telah menyesali perbuatannya. Menurut Saut, tidak baik juga menghukum orang berkali-kali hanya karena satu kesalahan.
Bamsoet menegaskan, jika KPU tetap bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg, maka KPU telah melampaui kewenangannya sebagai lembaga penyelenggara pemilu. "Dalam RDP (rapat dengar pendapat) di Komisi II DPR, baik DPR, pemerintah dan Bawaslu, tidak sepakat dengan usulan KPU untuk melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg," katanya.
Menurut Bamsoet, usulan KPU itu terlampau berlebihan dalam membangun pencitraan lembaganya karena dalam UU Pemilu sudah mengatur mengenai hak-hak seorang warga negara termasuk para mantan terpidana. Keputusan seseorang kehilangan hak-hak politiknya, kata Bamsoet, itu ada di Pengadilan, bukan diputuskan dalam aturan yang letaknya di bawah undang-undang.
Baca juga: KPU Pastikan Mantan Koruptor tak Boleh Jadi Caleg
Sementara komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) akan tetap diberlakukan. Menurut Pramono, KPU sudah melakukan rapat pleno dan mengambil keputusan. Dalam pleno disepakati bahwa KPU sudah sepakat dengan keputusan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR, pemerintah, KP,U dan Bawaslu dalam dua hal.
"Pertama, untuk kewajiban penyerahan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) kami menyesuaikan dengan kesepakatan rapat dengar pendapat pada Selasa (22/5), yakni selama tujuh hari (sejak penetapan sebagai caleg terpilih). Kedua, KPU juga sepakat dengan keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen," ujar Pramono kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).
Selanjutnya, soal larangan mantan narapidana kasus korupsi, KPU memutuskan tetap dengan pendirian semula. "Kami tetap untuk tidak memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Jadi, tetap sebagaimana yang ada dalam rancangan terkahir dari peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota," tegasnya.
Dia melanjutkan, dalam rancangan terakhir PKPU itu, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg tertuang pada pasal 7 ayat 1 huruf (j). Aturan ini berbunyi 'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.
Dalam rancangan sebelumnya, aturan ini ada pada pasal 8 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Aturan itu berbunyi 'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.
Baca juga: Yang tak Setuju Mantan Koruptor Jadi Caleg Bisa Gugat ke MA
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mempersilakan adanya gugatan uji materi terhadap aturan larangan calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana kasus korupsi. Menurutnya, KPU berhak memasukkan aturan tersebut dalam Peraturan KPU (PKPU) pencalonan anggota DPR, anggota DPR provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota.
"Kalau hal itu (menerapkan larangan tersebut) sudah menjadi keputusan KPU ya sudah. Sebab, itu hak KPU. Kalau ada masyarakat tidak puas (dengan aturan tersebut) silakan gugat ke Mahkamah Agung (MA)," ujar Tjahjo kepada wartawan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (24/5).