Kamis 24 May 2018 18:43 WIB

Ini Bekal Novum Anas Urbaningrum Ajukan PK

Anas berharap mendapatkan keadilan lewat upaya peninjauan kembali.

 Terpidana kasus gratifikasi proyek pembangunan lanjutan pusat pendidikan dan sekolah olaharga nasional Anas Urbaningrum  usai mengajukan upaya hukum peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (25/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terpidana kasus gratifikasi proyek pembangunan lanjutan pusat pendidikan dan sekolah olaharga nasional Anas Urbaningrum usai mengajukan upaya hukum peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis 14 tahun penjara. Ia berniat untuk mengajukan tiga orang saksi fakta sebagai bukti baru (novum) dalam permohonan Pengajuan Kembali (PK).

"Alasan peninjauan kembali karena adanya keadaan baru dan bukti baru," kata pengacara Anas, Abang Nuryasin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (24/5).

Bukti baru yang diajukan itu adalah kesaksian dari mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis, mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor dan bekas Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang. Keterangan yang dipakai dari Teuku Bagus adalah bahwa ia tidak pernah memberikan uang kepapda Anas untuk pembelian mobil Toyota Harrier dan tidak pernah memberikan uang dalam rangka penyelenggaraan Kongres Partai Demokrat.

Testimoni dari Marisi Matondang yang dipakai adalah mengenai pembelian mobil Toyota Harier kepada Anas sesunguhnya merupakan arahan dari Muhammad Nazaruddin yang seolah-olah berasal dari uang proyek Hambalang dengan uang tunai Rp 700 juta dari PT Adhi Karya yang diserahkan oleh Marisi Matondang kepada Yulianis sebagai uang muka mobil Toyota Harier. Seluruh keterangan Marisi yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dilakukan karena intimidasi dari M Nazaruddin.

Keterangan Yulianis yang digunakan adalah mengenai Yulianis bukan merupakan karyawan Anas. Melainkan, karyawan M Nazaruddin dan semua pekerjaan yang dilakukan oleh Yulianis semuanya atas perintah dari M Nazaruddin, bukan perintah dari Anas dan pemilik sesungguhnya Anugerah Grup atau Permai Grup adalah M Nazaruddin dan keluarganya.

"Tidak ada uang dari perusahan M Nazaruddin (Permai Grup) yang dipakai dalam rangka pemenangan pemohon PK incasu Anas Urbaningrum pada kontestasi Kongres Partai Demokrat namun yang digunakan adalah uang yang berasal dari sumbangan-sumbangan yang tidak terkait dengan kewenangan dan tidak terkait dengan proyek-proyek pemerintah," demikian tertulis dalam permohonan PK tersebut.

Penasihat hukum lalu meminta kepada majelis hakim untuk menghadirkan tiga orang tersebut. Namun Teuku Bagus sedang menjalani masa tahanan karena divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dan Marisi Matondang juga divonis 3 tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (RS PKPIP UNUD) tahun 2009.

"Dua saksi lain memang sedang menjalani pidana jadi bukan ditahan, sedang menjalani masa pidana karena itu mohon bisa dibantu administrasinya jika ada surat dari pengadilan Insya Allah kami bisa menghadirkan, penasihat hukum bisa mengurus izin di lapas masing-masing, bukan ditahan tapi sedang menjalani pidana," kata Anas.

Terhadap permohonan tersebut, ketua majelis PK Sumpeno mengatakan bahwa untuk membuktikan permohonan hal tersebut adalah urusan dari penasihat hukum.

"Seperti perkara perdata maka urusan membuktikan adalah dari pihak yang berkepentingan, di sini juga tidak beda. Karena menurut pemohon ada keadaan baru agar yang kasarnya bisa bebas, maka itu adalah usaha penasihat hukum sendiri, silakan bagaimana caranya dengan lapas, bagaimana upaya saudara membuktikan keadaan baru apa berhubungan dirjen PAS silakan," kata Sumpeno.

Sidang pun dilanjutkan pada 30 Mei 2018 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Yulianis. Anas adalah terpidana kasus korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Pada tingkat pertama, Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS. Sedangkan pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara namun KPK mengajukan kasasi terhadap putusan itu sehingga Mahkamah Agung memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara ditambah denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement