REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut telah memecahkan rekor dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Rekor tersebut dicapai pada 2017, di mana KPK melakukan 19 kali OTT dalam setahun.
"KPK telah memecahkan rekor melakukan OTT. Pada 2017, setidaknya 19 kasus OTT dan itu sebagai rekor terbesar sejak KPK didirikan," ungkap Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat memberikan sambutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (23/5).
Sebelumnya, lanjut dia, pada 2016 OTT yang KPK lakukan "hanya" 17 kali. Sementara, dalam lima bulan pertama di 2018, KPK setidaknya telah melakukan sembilan kali OTT. Sebagian besarnya terkait dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pimpinan daerah.
"Itulah makanya kami mendorong sistem pilkada langsung itu dievaluasi," ujarnya.
Menurut Bamsoet, sapaan akrabnya, OTT yabg gencar dilakukan KPK tidak terlepas dari adanya kewenangan penyadapan yang dimiliki lembaga antirasuah itu. OTT yang dilakukan KPK biasanya didahului dengan proses penyadapan.
Bamsoet menjelaskan, dengan tugas dan kewenangan yang begitu besar, kinerja KPK dapat lebih efektif dan efisien dalam menangani kasus korupsi jika dibandingkan dengan kepolisian dan kejaksaan. Salah satunya karena fungsi penyidikan dan penuntutan dilakukan dalam satu atap.
"Serta kewenangan penyadapan dan rekaman pembicaraan tanpa izin pengadilan," ujar Bamsoet.