REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR periode 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha mengakui memberikan uang terima kasih kepada ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. Ia memberikan uang itu karena tidak menahan ibunya, Marlina Moha Siahaan.
"Tidak ada komitmen dari Pak Sudiwardono, tetapi saya tidak enak untuk meminta uang itu. Saya ikhlaskan sebagai ucapan terima kasih karena ibunda saya tidak ditahan dan dapat dirawat dengan baik," kata Aditya dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/5).
Aditya dalam perkara ini dituntut enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan karena menyuap Sudiwardono. Dia diduga memberikan uang sebesar 110 ribu dolar Singapura dan menjanjikan 10 ribu dolar Singapura.
Uang itu diberikan dalam dua tahap, yaitu sebesar 80 ribu dolar Singapura agar Sudiwardono sebagai ketua Pengadilan Tinggi Manado mengeluarkan perintah tidak melakukan penahanan. Tahap kedua sebesar 30 ribu dolar Singapura dari janji 40 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono sebagai ketua majelis banding agar Marlina Moha dinyatakan bebas.
Marlina Moha merupakan mantan Bupati Bolaang Mongondow yang divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan dengan perintah agar ditahan. Marina terlibat kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD).
"Saya tidak pernah menawarkan uang ke bapak Sudiwardono, bukan gaya kami tetapi setelah Pak Sudi bilang mau membantu tapi harus ada perhatian, saya tidak ada pilihan lain,” kata Aditya.
Aditya mengatakan hal yang dia pertimbangkan untuk memberikan uang kepada hakim tersebut, yakni kesehatan ibunya. Di sisi lain, Aditya juga mempertimbangkan bahwa dia tidak tahu apakah dapat memenuhi atau tidak permintaan itu.
“Akan tetapi, dalam pikiran saya ingin memastikan ibu saya dalam kondisi terbaik dan perawatan terbaik," ungkap Aditya.
Dalam setiap pertemuannya dengan Sudiwardono, Aditya mengaku tidak pernah melakukannya di ruang kerja Sudi. Ia juga tidak terpikir agar Sudi menjadi ketua majelis hakim perkara banding.
"Pertemuan terakhir di hotel Alila Jakarta banyak tanda-tanda yang seolah tidak mengizinkan saya ke hotel Alila,” kata dia.
Tanda-tanda tersebut, Aditya menyebutkan, mulai dari gelas yang pecah tanpa sebab, dan anaknya yang menangis, sampai kami salah jalan menuju hotel. “Seakan meminta saya tidak ikut pertemuan yang dimaksud hingga sampai di hotel Alila saya menyerahkan 30 ribu dolar Singapura yang diminta Sudi, dan ia menyampaikan belum ada rapat resmi majelis hakim," tambah Moha.
Ia mengaku heran dengan surat tuntutan jaksa dengan pidana penjara selama enam tahun. Sebab, menurut Aditya, dia sudah maksimal membantu KPK dalam membongkar perkara.
Bahkan, Aditya mengatakan, dia juga sudah menyampaikan penyesalan ketika operasi tangkap tangan dan permohonan maaf serta sangat kooperatif. Dia kemudian mengutarakan permohonan maaf kepada kepada pihak yang terdampak dari peristiwa ini.
“Pertama kepada Tuhan dan selanjutnya ibunda saya minta maaf. Hamba minta maaf karena belum sempat menemaninya, memberikan yang terbaik kepadanya di usia lanjutnya, saya sangat merindukan beliau, beliaulah keluarga hamba setelah ayah meninggal," kata Aditya sambil tersedu.
Saat sidang, pendukung Aditya juga kompak mengenakan kaus putih dengan tulisan: "Satu orang ibu rela mati demi sepuluh anaknya, tetapi belum tentu sepuluh orang anak rela mati demi satu orang ibu, kami bangga kepadamu ADM, karena hal tersulit put kamu lakukan demi nama seorang ibu".
Terkait perkara ini, Sudiwardono dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan akan dijatuhkan pada 6 Juni 2018.