Senin 21 May 2018 01:45 WIB

Daftar 200 Mubaligh Kemenag yang Bikin Gaduh

Menag menjelaskan ratusan mubaligh ini dipilih karena memenuhi tiga kriteria.

Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)
Foto:

Ada keganjilan pada daftar mubaligh

Anggota Komisi IX DPR menilai, Kementerian Agama tidak semestinya mengeluarkan rekomendasi 200 nama penceramah yang dinilai layak berceramah di Indonesia. Sebab, ada banyak keganjilan dalam rekomendasi tersebut.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan jumlah penceramah dalam rekomendasi itu masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Muslim Indonesia. Ketiga indikator penentunya pun, kata dia, masih potensial dipertanyakan.

Indikator pertama adalah memiliki kompetensi tinggi kepada ajaran agama Islam. "Yang menguji ini siapa? Apakah ada seleksinya? Jangan sampai ada yang mengatakan bahwa ada ulama yang ilmunya jauh lebih tinggi dari Pak Lukman Hakim Saifuddin, Menag kita, tetapi namanya tidak masuk dalam daftar itu," kata Saleh, Sabtu (19/5).

Indikator kedua tentang pengalaman dan indikator ketiga tentang komitmen kebangsaan dinilai sangat relatif. "Apakah orang yang sering ceramah sudah dianggap berpengalaman sekaligus memiliki komitmen kebangsaan? Apa tolok-ukur untuk menentukan seseorang memiliki komitmen kebangsaan?" Saleh mempertanyakan.

Rekomendasi terhadap 200 nama muballigh itu dinilai hanya sekedar menarik perhatian. Sementara, target dan sasaran dari dikeluarkannya rekomendasi itu tidak jelas.

Saleh memastikan, rekomendasi itu pun tidak efektif. Apalagi, Kemenag mengatakan jumlahnya masih bisa bertambah dan masyarakat masih tetap boleh memilih penceramah yang diminati di luar daftar itu.

Peneliti senior LIPI, Syamsuddin Haris menegaskan Kemenag seharusnya tidak mengeluarkan rekomendasi tersebut. Ia berpendapat ketimbang mengeluarkan rekomendasi 200 ulama, lebih baik Kemenag mengeluarkan rambu terkait apa saja yang boleh dan tidak boleh disampaikan oleh para ulama dan ustaz.

Adanya rekomendasi tersebut tidak terlalu efektif sebab jumlah ustaz yang ada terlalu banyak. "Jadi sekali lagi yang penting rambunya apa yang boleh apa yang tidak boleh," kata Syamsuddin.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan, pemerintah tak perlu membuat daftar rekomendasi 200 mubaligh tersebut. Sejak dulu, melalui lisannya, para mubaligh merawat semangat kebangsaan dan nasionalisme warga negara.

Pun, sambung dia, mubalighlah yang menyerukan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan sebagai nilai integratif. Juga, menyosialisasikan Pancasila sebagai produk dari integrasi tersebut.

Adanya sejumlah nama ustaz yang tak masuk daftar rekomendasi, Dahnil meyakini mereka memiliki komitmen tinggi merawat kebangsaan, seperti Ustaz Abdul Somad. Menurut dia, ustaz-ustaz berilmu tinggi seperti mereka, pantas didengar ilmunya oleh umat.

Terkait namanya yang masuk dalam daftar rekomendasi 200 mubaligh itu, Dahnil merasa kurang pantas berada dalam daftar rekomendasi penceramah. "Karena banyak sekali yang harus saya pelajari, dan saya bukan ahli agama seperti UAS (Ustaz Abdul Somad) dan Adi Hidayat," tutur Dahnil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement