REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rizky Jaramaya, Muhyiddin
Polemik daftar 200 mubaligh Kementerian Agama (Kemenag) sebetulnya tidak perlu terjadi. Masyarakat dinilai sudah cerdas dalam menentukan mubaligh yang memang berbobot, berkualitas, dan memiliki rekam jejak yang bagus secara keilmuan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris berpandangan masyarakat sudah mempunyai saringan sendiri untuk memilih mubaligh atau penceramah yang baik. Apalagi, iklim demokrasi di Indonesia menjamin hak warga negara untuk melakukan berbagai kegiatan kajian keagamaan, termasuk berhak menentukan siapa saja penceramah yang akan diundang.
Masyarakat atau kelompok pengajian pun, kata Fahira, pasti sudah mempunyai cara tersendiri, termasuk melihat rekam jejak seseorang sebelum memilih yang bersangkutan berceramah. “Bagi kita yang terbiasa aktif di pengajian pasti paham kalau masing-masing pengajian sudah mempunyai saringan sendiri dalam memilih penceramah. Kebijakan ini hanya rekomendasi, bukan kewajiban,” ujar Fahira, Selasa (22/5).
Ketua Komite III DPD yang membidangi persoalan keagamaan itu pun mengatakan di era teknologi informasi yang begitu pesat seperti sekarang ini masyarakat begitu mudah mencari rekam jejak seseorang. Kelompok pengajian atau kajian, organisasi, atau perkumpulan yang ingin mengadakan kajian agama pasti terlebih dahulu mencari referensi ke berbagai sumber.
“Itu agar penceramah yang hadir bukan saja mempunyai kompetensi ilmu sesuai tema yang dibawakan, punya integrasi dan reputasi baik, tetapi juga tentunya cinta Tanah Air,” ujar Fahira.
Fahira mengharapkan kebijakan daftar mubaligh tidak menjadi polemik yang berkepanjangan yang berpotensi mengganggu kekhusyukan umat beribadah puasa dan melakukan rutinitas pengajian selama Ramadhan. Jika Kemenag khawatir ada kelompok masyarakat yang salah atau keliru memilih penceramah, seharusnya cukup mengeluarkan kriteria-kreteria penceramah yang direkomendasikan untuk diundang.
“Bukan mengeluarkan daftar nama-nama mubaligh seperti yang saat ini menjadi polemik di publik,” kata Fahira.
Arti penting peran publik dalam memilah mubaligh pun disampaikan politisi PPP. Sekjen PPP Arsul Sani mengungkapkan kebijakan yang sifatnya sensitif seperti daftar mubaligh ini seharusnya tidak langsung dirilis.
Daftar itu sebaiknya lebih dahulu dikonsultasikan ke publik untuk meminta masukan. Setelah ada ruang konsultasi publik yang cukup, baru kemudian diputuskan," kata Arsul.