Senin 21 May 2018 04:29 WIB

Pasal Guantanamo dan Kontroversi UU Antiterorisme

Definisi terorisme dan peran TNI masih menjadi perdebatan dalam UU Antiterorisme ini.

Tentara dilibatkan dalam pemberantasan terorisme
Foto:

Harits juga menyoroti adanya pasal-pasal dalam draf revisi UU Antiterorisme yang dianggap sebagai “Pasal Guantanamo”. Harits menjelaskan, pasal Guantanamo artinya orang terduga teroris ditahan di tempat rahasia dengan masa penahanan yang tidak terbatas.

"Itu bahaya kalau masih ada. Kita berharap itu tidak ada," ujarnya.

Terakhir, Harits juga menyoroti masalah delik yang bisa dikenakan di dalam UU Teroris. Menurut dia, jangan sampai orang yang hanya menggagas atau menyebarkan pemikiran radikal dianggap benih-benih terorisme.

"Terorisme itu radikal pada aspek tindakan. Kalau kemudian orang itu dianggap memiliki pemikiran radikal kemudian ini cikal bakal dengan terorisme, (anggapan) itu sangat berbahaya sekali," ujarnya.

Penyelesaian revisi UU Antiterorisme diketahui menyisakan satu perdebatan terkait definisi terorisme. Ada dua opsi terkait definisi terorisme yang diusung dua pihak.

Pihak pertama mendukung frasa motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara dimasukkan dalam batang tubuh UU. Pihak kedua mendukung frasa tersebut tidak dimasukkan dalam pasal dan hanya dituangkan dalam bab penjelasan.

Kepastian ada-tidaknya definisi terorisme

Adapun fraksi partai pendukung pemerintah setelah rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto pada pekan lalu telah menyepakati agar frasa “motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara” tidak dimasukkan di dalam pasal tetapi ditempatkan di dalam bab penjelasan umum. Sementara, fraksi di luar pemerintah sejauh ini menyepakati frasa definisi tersebut dimasukkan dalam pasal UU.

Bagaimanapun, Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi UU Antiterorisme Supiadin Aries Saputra sepakat, definisi terorisme harus ada dalam regulasi tersebut. "Definisi ini memang harus karena dengan definisi kita tahu sasarannya apa. Karena, kalau tanpa definisi, itu akan menyasar ke orang-orang yang tertentu saja. Kita tidak mau itu menyasar ke kelompok-kelompok tertentu," ujar Supiadin dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (19/5).

Karena itulah, butir definisi tersebut menjadi salah satu perdebatan dalam pembahasan revisi UU Antiterorisme. Namun, perdebatan yang terjadi terkait masuknya unsur motif politik dan ideologi dalam kategori definisi terorisme.

Terkait hal itu, ia mengatakan, fraksinya, yakni Fraksi Nasdem, sepakat jika definisi terorisme yang di dalamnya terdapat unsur motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara masuk dalam revisi UU, tetapi dalam bagian penjelasan.

"Masalah ideologi itu penting memang dalam definisi, nanti ideologi itu akan masuk dalam penjelasan, bahwa definisi itu ujung-ujungnya mempunyai motif dan tujuan tertentu," kata Supiadin.

Supiadin menjanjikan pembahasan revisi UU Antiterorisme bisa segera selesai karena sudah tidak ada perbedaan mengenai substansi di antara fraksi-fraksi dan pemerintah. Rencananya, rapat pembahasan lanjutan revisi UU Antiterorisme dilakukan pada Rabu (23/5) mendatang.

"Alhamdulilah, kita sudah sepakat. Substansinya sudah clear," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, mantan terpidana terorisme Yudi Zulfachri mengkritisi jika nantinya unsur ideologi dalam definisi terorisme tidak masuk dalam revisi UU Antiterorisme. Menurut dia, ideologi adalah kerangka awal untuk mendeteksi dan menindak para pelaku terorisme.

"Ideologi dalam definisi terorisme ini untuk membedakan terorisme dengan kriminal biasa. (Dengan) ideologi akan tahu untuk tujuannya dan ideologi itu kerangka awal," ujar Yudi.

(farah noersativa/fauziah mursid, Pengolah: fitriyan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement