REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menegaskan fraksinya tidak pernah menghalangi atau menghambat penyelesaian revisi atas UU Terorisme tersebut. Itu diungkapkan menyusul tuduhan sejumlah pihak, Gerindra disebut membela teroris.
"Dalam tanda kutip partai yang membela teroris dengan seolah-olah atau menghalangi terwujudnya atau terlaksananya undang-undang atau rancangan undang-undang anti terorisme. Saya kira itu adalah fitnah, yang kami curigai dari lawan politik kami," kata Hashim.
Hashim menegaskan, fraksinya justru terus sangat antusias mendukung penyelesaiaan revisi UU Terorisme. Namun memang, dukungan penyelesaian tersebut diikuti dengan sikap fraksinya yang berupaya memperbaiki pasal-pasal yang dinilai melanggar HAM.
"Karena ada pasal-pasal yang sangat memberatkan kita, rancangan ini mengizinkan pemerintah untuk menahan seorang yang dicurigai tanpa bukti sampai 510 hari tanpa dakwaan, hanya dicurigai itu mengizinkan untuk menahan sampai 510 hari," ujarnya.
Hashim melanjutkan, fraksi Gerindra yang mendorong fraksi fraksi di DPR lainnya pun akhirnya berhasil menghapus usulan tersebut. Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang undang Antiterorisme Muhammad Syafii mengatakan usulan awal draf Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang diajukan pemerintah menitikberatkan pola represif atau penindakan semata.
Namun, oleh fraksi-fraksi yang ada di dalam pansus menyepakati penyusunan revisi UU meliputi tiga spirit yakni penegakan hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan pemberantasan terorisme. "Maka dengan kontruksi ini yang awalnya represif berubah darinya penindakan menjadi pencegahan, penindakan dan pemulihan kepada korban," ujar Syafii di Ruangan Fraksi Partai Gerindra, Nusantara 1, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).
Karena perubahan itu, kata Syafii, membuat pemerintah kembali menyusun redaksional sesuai dengan kontruksi tersebut sehingga menjadi salah satu penyebab lamanya pembahasan revisi UU. Ia mengungkapkan sejumlah hal yang disusun pemerintah dan belum ada pada draft usulan yakni terkait kesiapsiagaan nasional, kontraradikalisasi, dan deradikalisasi, serta penguatan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menurutnya, BNPT yang sebelumnya payung hukumnya berdasarkan Perpres, dikuatkan peranannya dalam Revisu UU ini. Tugas dan kewenangan BNPT, selain menyusun program juga melakukan koordinasi kementerian lembaga.
"Jumlah totalnya 36 kementerian dan lembaga diarahkan dalam penanggulangan terorisme, jadi Pemerintah butuh waktu," ujar Syafii.
Namun, perkembangannya sampai saat ini sudah hampir 99 persen selesai dan tinggal menunggu pihak Pemerintah yang kerap menambah waktu penundaan. Hal itu disampaikan Syafii juga sekaligus membantah informasi bahwa DPR menghalangi percepatan penyelesaian revisi UU Terorisme, khususnya dari fraksi partai Gerindra.