Rabu 16 May 2018 22:55 WIB

Pemerintah Siapkan Aturan Tangani WNI Pulang dari Suriah

Penanganan diperlukan agar WNI dari Suriah tidak menebar radikalisme di Tanah Air.

Red: Nur Aini
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mempersiapkan peraturan untuk menangani WNI yang kembali dan terindikasi paham radikalisme dari Suriah. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan penanganan itu dilakukan agar tidak menebarkan virus radikalisme di Tanah Air.

"Saya akan rapatkan dengan Menlu (Retno Marsudi) dan Menkumham (Yasonna Laoly), juga dengan berbagai jajaran Kepolisian, BIN dan TNI untuk menyikapi itu, bagaimana kita menyiapkan contingency plan (rencana darurat) '," kata Moeldoko di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (16/5).

Moeldoko mengatakan pembahasan tersebut akan dilakukan dalam pekan ini, guna memperoleh solusi untuk menghadapi WNI yang kembali dari Suriah. Pemerintah juga sedang mempersiapkan payung hukum untuk memantau WNI yang kembali dari Suriah.

"Nanti ada kesepakatan, misalnya si A ada datanya pernah pergi ke Suriah tanggal sekian, (ketika) pulang nama dan fotonya bisa segera diedarkan imigrasi ke seluruh jajarannya. Sehingga semuanya 'aware' dengan situasi itu, kira-kira begitu," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah terus mengupayakan deradikalisasi bagi WNI yang terindikasi paham radikal dari Suriah. Menurut Kalla, deradikalisasi bukan hal yang mudah dilakukan karena menyangkut pengubahan idealisme seseorang.

"Orang ke Suriah itu kan ada yang diketahui, ada yang tidak diketahui. Jadi ini memang betul suatu upaya deradikalisasi yang keras; dan tentu pelajaran juga dalam pengaturan di penjaranya (untuk terpidana teroris)," kata Wapres Jusuf Kalla.

Upaya deradikalisasi juga dilakukan kepada para teroris yang telah tertangkap dan ditahan di penjara. Namun, Wapres menilai penyatuan terpidana teroris di satu tempat bukan berarti menyelesaikan masalah radikalisme dalam diri para teroris tersebut.

"Deradikalisasi ada yang berhasil, ada juga yang tidak. Kalau mereka berkumpul, keyakinannya bisa makin kuat. Al-Baghdadi pimpinan ISIS itu juga dia dapat ilmu dan keyakinannya itu di penjara. Tapi kalau (terpidana teroris) disebar-sebar, dia bisa menjadi virus," ujarnya.

Oleh karena itu, upaya penanggulangan terorisme menjadi tugas bersama baik Pemerintah, Polisi, TNI dan juga masyarakat yang diharapkan dapat segera melaporkan kepada aparat apabila menemukan kondisi sekitar yang mencurigakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement