Senin 14 May 2018 20:08 WIB

Anggota Pansus Ungkap Perdebatan Definisi Terorisme di DPR

Revisi UU Terorisme hingga kini belum selesai dibahas DPR dan pemerintah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Anggota Pansus Revisi UU Terorisme dari Fraksi PDI-P, Risa Mariska (kanan).
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Pansus Revisi UU Terorisme dari Fraksi PDI-P, Risa Mariska (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Terorisme dari Fraksi PDIP, Risa Mariska membenarkan poin terkait definisi terorisme menyebabkan lamanya penyelesaian Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme. Menurutnya, fraksinya termasuk fraksi yang tidak menyepakati adanya definisi terorisme yang dirumuskan beberapa fraksi di pansus.

Risa mengungkap, alasan fraksinya tidak menyetujui adanya definisi terorisme dalam Revisi UU Terorisme karena definisi terorisme yang berkembang dalam pembahasan pansus justru dinilai akan mempersempit ruang gerak aparat penegak hukum dalam mencegah dan menangani terorisme. Sebab, dalam definisi yang dirumuskan beberapa fraksi di pansus menetapkan unsur-unsur dalam definisi terorisme, yakni perlu adanya motif dan tujuan politik.

"Kalau kita melihat sesuatu dimasukkan ke dalam definisi kemudian ada unsur-unsur perbuatannya, kalau perbuatan itu tidak memenuhi unsur yang ada dalam definisi, ini tentu akan dilepaskan. Ini akan mempersempit ruang gerak dari aparat penegak hukum dalam memberantasan terorisme," ujar Risa saat ditemui disela-sela diskusi bertajuk Nasib Pembahasan RUU Terorisme di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (14/5).

Ia mengatakan, usulan awal bahwa yang disebut definisi terorisme jika perbuatan menimbulkan korban bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, fasilitas publik maupun internasional. Ini kata Risa, menjadi usulan yang disampaikan pemerintah dan disetujui beberapa fraksi di pansus.

Namun kata Risa, sejumlah fraksi ingin mendetailkan definisi terorisme dengan unsur adanya motifi ideologi, politik maupun keamanan negara untuk disebut sebagai terorisme.

"Jadi apa awal sekali pemerintah itu sudah sampaikan definisinya, apa sih definisi itu, tapi dari pansus ini ada beberapa fraksi menyampaikan ini belum cukup, tidak ada unsur politik ideologi, motif politik dan kamanan negara maka ini dikembalikan ke Pemerintah dan diminta untuk melakukan reformulasi sehingga belum bisa disepakati," ujar Risa.

Namun, kata Risa, dalam pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wirantohari ini, telah ada kesepakatan mengenai definisi terorisme. Menurutnya, fraksi koalisi di pansus sepakat bersama Pemerintah bahwa definisi terorisme kembalike definisi awal.

"Ya kembali ke awal, mudah-mudahan nanti saat pembahasan di pansus sudah tidak ada perdebatan sehingga bisa segera selesai pada masa sidang ini," ujarnya.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menilai Pansus Revisi UU Terorisme di DPR dan Pemerintah terlalu membuang-buang waktu dalam merumuskan definisi terorisme yang mengakibatkan molornya Revisi UU tersebut. Menurutnya, bahkan hingga saat ini belum ada konsensus internasional yang merumuskandefinisi terorisme secara global.

"Alangkah bodohnya kita jika memperdebatkan soal definisi. Nggak akan selesai definisi itu, sementara teroris menghujani kita dengan bom. Tanpa definisi itu, UU yang sekarang sudah bekerja," ujar Ansyaad dalam acara diskusi yang sama.

Ansyaad menilai, cukup dengan kriteria umum, seperti yang terdapat dalam UU Terorisme saat ini. Sebab ia menilai, jika semua pihak berkutat dengan definisi terorisme, tidak akan selesai. Menurutnya, terdapat berbagai kepentingan dalam perumusan revisi UU Terorisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement