Senin 14 May 2018 17:17 WIB

Analisis Mantan BIN atas Penanganan Terorisme Indonesia

UU yang ada sebenarnya sudah memadai untuk melakukan tindak pencegahan.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Joko Sadewo
 Polisi menutup jalan di depan Polrestabes Surabaya, setelah terjadi ledakan di pintu masuk Polrestabes Surabaya, Senin (14/5).
Foto: AP/Achmad Ibrahim
Polisi menutup jalan di depan Polrestabes Surabaya, setelah terjadi ledakan di pintu masuk Polrestabes Surabaya, Senin (14/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) Drajad Wibowo mengatakan, serangan teror beberapa hari terakhir ini membuktikan bahwa perlu perbaikan krusial dalam tahap awal penanganan terorisme. Yaitu, dalam deteksi dini dan cegah dini.

"Karena alasan etika dan keamanan, saya tidak bisa mengungkap rinci hal yang perlu diperbaiki," kata Drajad dalam keterangan tertulis, Senin (14/5).

Namun, intinya, lanjutnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 26 dari UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan sesuai UU 17/2011 tentang Intelijen Negara.

 

Politikus PAN ini mengatakan, untuk memperoleh bukti permulaan (bukper) yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen (lapin). Lapin ini bukan hanya dari BIN, melainkan dari semua lembaga negara yang memiliki unit intelijen. "BIN menyelenggarakan fungsi koordinasi intelijen negara tersebut," ujarnya.

Kedua, lanjutnya, UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan sesuai UU 17/2011 tentang Intelijen Negara, sebenarnya sudah memadai untuk menjadi dasar hukum.

Apalagi, definisi tipiter dalam UU No 15/2003 mengandung kalimat seperti:

1. Perbuatan yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud ...

 2. Perbuatan yang berkaitan dengan ... Ini termasuk berkaitan dengan proses peradilan.

3. Percobaan dan atau pembantuan untuk melakukan tipiter.

" Jadi, jika seseorang belajar atau berlatih menggunakan senjata api atau bom berkaitan terorisme, dia sudah bisa dijerat dengan UU di atas. Demikian juga jika dia mengajak orang lain melakukan kekerasan yang sesuai dengan pengertian terorisme," kata politikus senior yang juga pakar ekonomi ini.

Akan tetapi, lanjutnya, memang ada kendala waktu terkait menggali data intelijen. Apalagi, jaringan teroris ini sangat hati-hati di dalam berkomunikasi. Sehingga, menurut dia, waktu menjadi variabel yang sangat krusial.

"Menyalahkan lembaga tertentu seperti BIN dan BNPT sama sekali tidak bermanfaat. Itu mungkin karena mereka tidak paham tentang pengaturan antarlembaga dalam menangani tipiter," kata Drajad.

 

Hal yang perlu dibenahi, menurut Dradjad, adalah suprastruktur yang mengatur koordinasi antarlembaga. Salah satu tujuannya agar koordinasi antara TNI, Polri, BIN, BNPT, pengadilan, dan lainnya menjadi lebih baik. "Sehingga, deteksi dini dan cegah dini berjalan lebih efektif. Ini kuncinya," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement