Senin 14 May 2018 14:00 WIB

KSP: UU Antiterorisme Harus Segera Dirampungkan

Moeldoko menilai UU ini akan menjadi benteng kuat dalam mencegah aksi terorisme.

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan keterangan pers terkait aksi terorisme di sejumlah daerah, Senin (14/5).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan keterangan pers terkait aksi terorisme di sejumlah daerah, Senin (14/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta agar rancangan undang-undang (RUU) terkait terorisme bisa segera dirampungkan oleh DPR dan pemerintah. Undang-undang ini akan menjadi benteng kuat bagi pemerintah dalam mencegah aksi serupa seperti yang terjadi di Surabaya.

Moeldoko mengatakan bahwa dengan adanya kejadian ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan agar kepolisian dan TNI bekerja sama dalam mengantisipasi kejadian serupa dan bisa menyelesaikan kasus ini, termasuk menangkap para teroris hingga ke akar-akarnya.

Kepolisian sebenarnya telah mengetahui pembentukan sel-sel terorisme dan siapa saja yang ada di balik layar, termasuk mereka yang kemungkinan akan menjadi pelaku teror. Namun, tanpa undang-undang yang diatur, kepolisian tidak bisa melakukan langkah preventif dalam pencegahan, termasuk mengamankan mereka yang mencurigakan.

"Kalau sudah diberlakukan (undang-undang antiterorisme) maka begitu ada indikasi bisa langsung ditangkap," kata Moeldoko, Senin (14/5).

Meski demikian, tindakan pencegahan dengan mengamankan calon pelaku juga tetap dipertimbangkan secara matang oleh kepolisian bersama TNI. Bakal ada tindakan lebih baik dalam mengindikasi sel-sel yang akan meneror masyarakat sehingga jangan sampai ketika usai kejadian teror, baru pemerintah bertindak.

Terkait dengan aksi pengebomanan lanjutan di Polrestabes Surabaya, Moeldoko meminta masyarakat tetap tenang karena aparat keamanan sudah mendapatkan perintah yang jelas dan tegas dari Presiden untuk memberikan tindakan tanpa ampun kepada para pelaku teror.

Masyarakat harus memercayakan situasi ini kepada aparat keamanan karena kepolisian dan TNI telah berkolaborasi menyelesaikan persoalan ini sehingga kepolisian memiliki kekuatan yang makin bagus dalam membasmi terorisme.

Sementara itu, Ketua Panja RUU Antiterorisme Muhammad Syafii mengatakan bahwa secara teknis, Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) tinggal diketok palu. Namun, dia mengatakan, pengesahan terhambat definisi teroris.

Politikus Partai Gerindra tersebut menilai kalau pemerintah menentukan definisi teroris dengan memuat motif dan tujuan, revisi undang-undang seharusnya bisa rampung sebelum reses. "Ini kan enggak ada logikanya, hanya gara-gara itu (definisi) RUU Terorisme belum diketok," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (13/5).

(Baca: Pengesahan RUU Antiterorisme Terhambat Definisi Teroris)

Syafii menjelaskan, perdebatan definisi teroris karena pemerintah mengusulkan pengertian yang tidak memuat motif dan tujuan aksi terorisme. Dia mengatakan, definisi teroris seharusnya memuat pernyataan yang jelas, termasuk penjelasan konteks, motif, dan tujuan.

Syafii menjelaskan, RUU Terorisme disusun bukan hanya untuk merespons peristiwa yang belakangan terjadi. Dia mengatakan, aturan itu dibahas untuk mengantisipasi kejadian-kejadian berikutnya.

"Memberantas teroris-teroris di Indonesia. Karena itu membutuhkan pembahasan yang benar-benar komprehensif," ucapnya.

Kini, ia khawatir ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperlambat penyelesain agar pemerintah mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu). "Ini udah jadi akal-akalan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement