Rabu 09 May 2018 15:08 WIB

Polda Jabar Bongkar Pemalsu Sandal Gunung Merek Eiger

elaku memproduksi sandal gunung sejak April lalu.

Rep: djoko suceno/ Red: Esthi Maharani
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Samudi  saat memaparkan kasus pemalsuan merek dagang berupa sandal gunung Eiger di Mapolda Jabar, Rabu (9/5).
Foto: Djoko Suceno / Republika
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Samudi saat memaparkan kasus pemalsuan merek dagang berupa sandal gunung Eiger di Mapolda Jabar, Rabu (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jabar berhasil mengungkap pemalsuan produk Eiger berupa sandal. Dalam kasus ini polisi menangkap satu tersangka yang memproduksi barang tersebut. Praktik pemalsuan ini berlangsung di rumah tersangka YA warga di Kampung Nyalindung, RT 04 RW 08, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

"Modusnya pelaku memproduksi sandal gunung merek Eiger secara ilegal," kata Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Samudi, SiK kepada para wartawan, Rabu (9/5).

Kasus pemalsuan merek dagang ini berawal dari Laporan Polisi Nomor : LPB/435/IV/2018/JABAR, tanggal 30 April 2018. Pelapor PT Eigerindo Multi Produk Industri mendapatkan bukti adanya produk sandal merek Eiger palsu beredar di pasaran, khususnya wilayah Bogor. Berdasarkan temuan tersebut, PT Eiger kemudian melaporkannya ke polisi. Setelah melaui penyelidikan akhirnya polisi menangkap tersangka YA di bengkelnya daerah Tamansari, Bogor.

"Pelaku memproduksi sandal gunung sejak April lalu. Barang ilegal itu dijual di wilayah Bogor," kata Samudi.

Tersangka YA yang dihadirkan di depan wartawan, mengaku baru sejak April lalu memproduksi sandal gunung merek Eiger secara ilegal. Untuk melancarkan usahanya, pelaku mempekerjakan delapan karyawan. Dalam sehari tersangka bisa memproduksi tujuh kodi sandal gunung Eiger palsu dan dijual Rp 400 ribu per kodi. Dalam satu kodi pelalu mendapatkan keuntungan Rp 40 ribu.

Tersangka dijerat dengan Pasal 100 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 102 UU No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement