Sabtu 05 May 2018 22:44 WIB

KPK Duga Kasus Suap Politikus Demokrat Terkait Dua Proyek

Penerimaan Rp 500 juta merupakan bagian dari 7 persen commitment fee dua proyek.

Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menduga kasus suap yang menjerat anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono terkait dengan dua proyek. Kedua proyek yang dijanjikan adalah proyek berada di dinas di Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Proyek pertama, yakni di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp 4 miliar. Kedua, proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan penyidik menduga biaya komitmen atau janji untuk Amin mencapai Rp 1,7 miliar. Penerimaan total Rp 500 juta merupakan bagian dari tujuh persen commitment fee dua proyek di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. 

"Diduga penerimaan total Rp 500 juta adalah bagian 7 persen commitment fee yang dijanjikan dari 2 proyek di Kabupaten Sumedang senilai total Rp 25 miliar dan diduga commitment fee adalah sebesar Rp1,7 miliar," kata Saut di Jakarta, Sabtu (5/5).

Uang diberikan Ahmad seorang kontraktor di lingkungan Kabupaten Sumedang kepada Amin Santono sebesar Rp 400 juta secara tunai pada Jumat (4/5). Uang itu diberikan sesaat sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan.

Sisanya, yakni uang Rp 100 juta, ditransfer kepada Eka Kamaludin. "Sumber dana diduga para kontraktor di lingkungan pemerintah kabupaten Sumedang. AG diduga sebagai koordinator dan pengepul dana untuk memenuhi permintaan AMS," tambah Saut.

Menurut Saut, KPK berhasil melakukan pengungkapan kasus ini setelah melakukan serangkaian penyelidikan kasus sejak Desember 2017. “Penyelidikan setelah mendapat informasi dari masyarakat sehingga melakukan OTT pada 4 Mei 2018 di Jakarta," kata Saut mengungkapkan.

KPK menetapkan Amin sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp 400 juta. Uang itu terkait penerimaan hadiah atau janji Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.

"Setelah melakukan pemeriksaan 1 x 24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh anggota DPR secara bersama-sama terkait usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018 maka KPK menetapkan empat orang tersangka, yaitu pertama, AMS (Amin Santono), anggota Komisi XI DPR," kata Saut. 

Selain Amin, KPK juga menetapkan dua orang tersangka penerima lain. Pertama, pihak swasta sebagai perantara, yaitu Eka Kamaluddin, dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

"Sedangkan pihak pemberi adalah AG (Ahmad Ghiast) selaku swasta atau kontraktor," tambah Saut.

Dalam pelaksaan OTT itu, KPK juga berkoordinasi dan dibantu oleh Inspektorat bidang Investigasi Kementerian Keuangan. Dalam OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana.

Barang bukti, yakni logam mulia seberat 1,9 kilogram dan uang Rp 1,844 miliar, termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di Halim Perdanakusumah. Bukti lainnya, yakni uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

Pasal yang disangkakan kepada Amin, Eka dan Yaya adalah pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. 

Ancaman hukumannya, yakni hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukumannya, yakni minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement