Senin 30 Apr 2018 20:03 WIB

Gonjang-ganjing Dunia Perburuhan Akibat Serbuan TKA

Menaker meminta polemik aturan TKA diakhiri.

Tenaga Kerja Asing Vs Tenaga Kerja Indonesia
Foto: republika
Tenaga Kerja Asing Vs Tenaga Kerja Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Gumanti Awaliyah, Mas Alamil Huda

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ichsan Firdaus menegaskan, Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) mesti segera dibentuk. Satgas ini nantinya mesti melibatkan pihak terkait dari Polri, Kemendagri, Imigrasi, dan sebagainya.

"Satgas ini diharapkan segera dibentuk, selambat-lambatnya tiga bulan dari sekarang," kata Ichsan di Jakarta, Sabtu (28/4).

Terkait adanya tim Pengawasan Orang Asing (Pora) yang selama ini sudah dibentuk berdasarkan UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, dia menilai masih banyak kelemahan. Karena itu, satgas ini dinilai diperlukan karena fungsi pengawasan masih lemah saat ini. "Rasanya pemerintah juga telah menyanggupi satgas TKA itu," ujar dia.

Kelompok buruh mulai merasa khawatir dengan imbas penerapan kebijakan Peraturan Presiden Nomor 20/2018 tentang TKA. Sebab, TKA dinilai sebagai ancaman bagi buruh lokal.

"Saya tidak dalam rangka memanas-manasi, tetapi gejolak buruh di lapangan itu sedang terjadi," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Muchtar Pakpahan.

Di sejumlah perusahaan, kata dia, TKA yang berasal dari Cina sudah terbilang banyak. Jika gejolak yang ada tidak diredam, ia khawatir akan timbul intimidasi terhadap para TKA tersebut.

"Kalau nanti buruh Cina itu makin banyak, ya, bisa jadi menimbulkan kekerasan di mana-mana. Bisa jadi buruh Cina itu diintimidasi di luar atau di dalam perusahaan," kata Muchtar.

Apalagi, ujar dia, nasib dan kesejahteraan buruh tidak banyak berubah hingga saat ini, misalnya terkait mutu upah, kebebasan berserikat, hingga dalam hal pemenuhan hak- hak buruh. "Kebebasan berserikat, misalnya, itu resmi dilindungi undang-undang sebagai akar kesejahteraan buruh, ya. Tetapi, di lapangan, kebebasan berserikat itu belum ada, belum eksis, kebebasan buruh itu masih menghadapi pengerdilan," kata Muchtar.

Sikap pengerdilan yang diterima serikat buruh, menurut Muchtar, berbanding terbalik dengan perlakuan yang diterima perusahaan jika terbukti bersalah. Pemerintah pun disebut cenderung tak acuh pada kasus yang melibatkan perusahaan atau pemilik modal.

"Kami ada 220 laporan, tetapi tidak ada yang digubris. Kami laporkan ke Presiden, tidak ada tanggapan. Lalu, kami ke polisi, ke Kemenaker juga," kata dia.

photo
Petugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi membawa enam warga negara asing asal Cina ke Kantor Imigrasi Sukabumi, Senin, 23 Oktober 2017.

Begitu pun dalam hal penggajian buruh, kata dia, hingga kini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dia mengumpamakan, nominal gajinya ketika menjadi dosen pada tahun 80-an sebesar Rp 750 ribu. Tahun ini, setelah menjadi profesor di perguruan tinggi swasta, gajinya sebesar Rp 7,1 juta.

"Orang Eropa pasti akan bilang itu kenaikan gaji yang luar biasa. Tetapi, coba bandingkan nilai tersebut ke beras, ke emas, ke dolar, ke rumah, itu sama saja, tidak makin baik. Tetapi, ini untuk buruh kasar, ya, bukan buruh menengah ke atas," ujar dia.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adinegara menegaskan, Perpres 20/2018 pada intinya tetap memudahkan TKA bekerja di Indonesia. Selama ini, pemerintah selalu berdalih perpres tersebut bertujuan untuk menyederhanakan birokrasi dan perizinan.

"Jadi, kita tidak lagi berputar-putar dengan kata itu. Apa pun itu alasannya, pada intinya perpres itu adalah memudahkan TKA bekerja di Indonesia," kata Bhima.

Menurut dia, keresahan yang selama ini meluas terkait isu TKA bermula dari perbedaan data TKA di Indonesia. Misalnya, dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemena ker) yang dilansir Sekretariat Kabinet menyebut TKA di Indonesia mencapai 126 ribu per 2017. Kemudian, tidak lama setelah itu muncul lagi pernyataan bahwa TKA di Indonesia hanya sekitar 85.900-an.

"Ini yang saya kira harus disinkronkan dulu, terutama oleh Kemenaker, Imigrasi, dan juga pemerintah daerah. Mungkin data juga bisa dimaksimalkan di pemda. Tetapi, kalau pemda tidak tahu data terkini tentang TKA ini, akan menimbulkan kegaduhan berkepanjangan," kata Bhima.

Selain itu, dia juga menekankan mengenai kemampuan berbahasa Indonesia yang tetap harus menjadi syarat wajib bagi TKA di Tanah Air. Sebagai alat komunikasi, bahasa Indonesia berperan penting dalam proses transfer pengetahuan dan kemampuan.

Dia pun menekankan, yang dimaksud berkemampuan bahasa Indonesia adalah setiap TKA tersebut telah memiliki kemampuan dasar. Lain halnya dengan diberikan pembekalan bahasa Indonesia ketika sampai di Tanah Air.

"Yang terjadi sekarang adalah pelatihan setelah sampai di Indonesia dan itu yang menimbulkan kegaduhan bahkan dengan pekerja lokal di satu perusahaan," ungkap Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement