REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Hurriyah, berpendapat, isu agama masih akan mewarnai pemilihan presiden (pilpres) 2019. Sebab, ada kecenderungan partai politik (parpol) menggunakan isu apapun yang dapat dikapitalisasi dan disimbolisir untuk mendapat dukungan suara.
Hurriyah menuturkan, isu agama tidak terbatas pada partai-partai yang berbasiskan agama, melainkan seluruh partai. Tanpa memandang latar belakang, mereka fokus pada satu kepentingan, yakni berbicara suara terbanyak untuk mendapatkan posisi penting dalam pemerintahan.
"Segala hal yang berkaitan agama boleh jadi dimainkan," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (27/4).
Meski mulai muncul wacana akan tidak perlunya menyuarakan politisasi agama, Hurriyah melihat tren ini tetap berlanjut hingga Pilpres 2019. Terus berkembangnya isu agama bukan tanpa sebab. Parpol melihat ceruk pemilih Muslim sangat besar dan menarik sehingga memang pantas untuk diperebutkan.
Perilaku mempolitisasi agama ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, termasuk dengan menggunakan simbol-simbol atau identitas agama. Hanya, daya kapitalisasi dan mobilisasi isu yang dilakukan tiap tahun berbeda seiring dengan perkembangan topik terhangat.
"Tapi, pada dasarnya, kecenderungan parpol menggunakan isu agama tetap bertujuan menarik dukungan kelompok dengan agama tertentu," ucap Hurriyah.
Wakil direktur eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI itu menambahkan, isu politisasi agama sebenarnya tidak berdampak signifikan terhadap parpol, melainkan masyarakat. Dengan adanya isu agama, mereka cenderung terpolariasasi atau terbagi menjadi kubu-kubu sehingga cenderung mudah dipecah belah. Secara jangka panjang, hal ini berdampak pada kesatuan bangsa.