Sabtu 28 Apr 2018 18:22 WIB

Mantan Pimpinan KPK Setuju Koruptor Dilarang Nyaleg

Menurutnya, penjahat korupsi tidak boleh dipilih sebagai pejabat.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Mantan wakil ketua, KPK Bibit Samad Rianto, di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4). Bibit menyatakan setuju jika aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg direalisasikan.
Foto: Republika/Dian Erika
Mantan wakil ketua, KPK Bibit Samad Rianto, di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4). Bibit menyatakan setuju jika aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg direalisasikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto mendukung usulan KPU tentang aturan larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg). Menurutnya, penjahat korupsi tidak boleh dipilih sebagai pejabat.

"Saya setuju dengan usulan itu. Jangan memilih penjahat untuk jadi pejabat. Sebab tidak masuk akal jika penjahat dijadikan pejabat" ujar Bibit kepada wartawan di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4).

Menurutnya, sah-sah saja jika KPU mengusulkan aturan itu masuk dalam syarat pencalonan caleg. Dia pun mendukung jika KPU membuat kriteria golongan tertentu yang boleh dan tidak boleh mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Dia juga memberi pandangan jika aturan larangan itu nantinya akan dipersoalkan dan rawan digugat. Bibit menekankan keinginan masyarakat umum untuk mendapatkan calon-calon wakil rakyat yang bersih.

"Aturan ini nanti akan didebat, tetapi rasa keadilan bagi masyarakat harus dijawab. Apakah rasa keadilan masyarakat tidak terlanggar jika penjahat menjadi pejabat? Jika dipandang aturan ini tidak cocok dengan UU Pemilu, maka sebaiknya revisi saja undang-undangnya," tegasnya.

Pada Jumat (27/4), Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan DPR tidak menekan KPU untuk mengikuti pendapat mereka mengenai aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif. Hingga saat ini, baik KPU dan DPR masih tetap pada pendirian masing-masing terkait aturan tersebut.

Wahyu menjelaskan, KPU dan DPR pada pekan lalu sudah melakukan rapat pendahuluan yang membahas rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Dalam pertemuan dengan pimpinan Komisi II DPR, dia mengatakan, kedua pihak saling menghormati pisisi masing-masing. “Kami memastikan bahwa DPR tidak menekan KPU untuk mengikuti pendapatnya," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (27/4).

Wahyu menjelaskan, sifat konsultasi dalam penyusunan PKPU sudah bukan hal yang sifatnya mengikat. Artinya, KPU tetap wajib melakukan konsultasi, sementara hasil dari rapat konsultasi itu tidak mengikat.

Dia menambahkan tidak harus ada kata sepakat dalam rapat konsultasi. Berdasarkan rapat pendahuluan itu, baik pemerintah maupun DPR dan KPU berpandangan untuk saling menghormati pandangan masing-masing.

Dalam hal ini, kata Wahyu, KPU berpandangan bahwa usulan larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi tetap dimasukkan dalam rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi diatur dalam pasal 8 ayat 1 huruf (i) yang berbunyi: Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement