Kamis 26 Apr 2018 08:45 WIB

Siapa Bocorkan Pertemuan Jokowi dengan PA 212?

Tim 11 Ulama Alumni 212 ingin saja membuat pertemuan tersebut terbuka.

Ketua Tim 11 Alumni 212 Misbahul Anam dan Yusuf Muhammad Marta (dari kiri) memberikan paparan saat melakukan konferensi pers di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (25/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Tim 11 Alumni 212 Misbahul Anam dan Yusuf Muhammad Marta (dari kiri) memberikan paparan saat melakukan konferensi pers di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Adinda Pryanka, Debbie Sutrisno

Pada Selasa (24/4) sebuah foto beredar di dunia maya. Pihak-pihak yang tampil di foto tersebut sedianya bukan mereka yang selalu seiya sekata.

Ada Presiden Joko Widodo di gambar tersebut. Yang mengapitnya, Ketua Umum Front Pembela Islam Sobri Lubis, Juru Bicara FPI Slamet Maarif, Ketua Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam, Pimpinan GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak, dan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad al-Khaththath.

Diketahui kemudian, di luar foto tersebut hadir juga pendiri FPI Misbahul Anam, Abdul Rasyid AS, KH Abah Rouf Bahar, Muhammad Husni Thamrin, Muhammad Nur Sukma, dan Aru Syeif Asadullah.

Sebagian tokoh yang menemui Presiden di Istana Bogor pada Ahad (22/4) tersebut bukan sekali-dua kali mengkritisi pemerintah. Salah satunya, al-Khaththath, bahkan masih dalam status sebagai tersangka kasus makar alias upaya menggulingkan pemerintahan.

Mereka menemui Jokowi sebagai anggota Tim 11 Ulama Alumni 212 dan Persaudaraan Alumni 212, kelompok tokoh yang terbentuk menyusul aksi menuntut pemidanaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus penistaan agama pada akhir 2016 silam. Apa hal?

Menyusul kegemparan yang dipicu beredarnya foto tersebut, Persaudaraan Alumni (PA) 212 menjelaskan, pertemuan dengan Presiden di Bogor pada Ahad tidak terjadi secara spontan. Mereka sudah dari jauh-jauh hari memiliki keinginan bertemu dengan Presiden untuk membicarakan kriminalisasi ulama dan aktivis 212.

Menurut Usamah Hisyam, sebagai anggota Tim 11 Ulama Alumni 212, pertemuan berawal dari rapat menjelang kepulangan Habib Rizieq pada 21 Februari lalu. "Sepekan sebelumnya, atau sekitar 12 Februari, diadakan rapat bagaimana supaya kepulangan beliau tertib dan baik," tuturnya di Tebet, Jakarta Selatan, kemarin.

Di saat yang sama, PA 212 berencana memberikan penjelasan utuh kepada Presiden Jokowi tentang kriminalisasi ulama dan aktivis 212. Atas persetujuan pimpinan FPI Habib Rizieq, PA 212 ingin mempertemukannya dengan Presiden Jokowi. Sebagai ketua umum Parmusi, Usamah bertanggung jawab menghubungi Presiden.

Namun, karena berbagai kesibukan, pertemuan itu selalu gagal. Tidak ada kabar dari pihak istana hingga pada Sabtu (14/4) Usamah dihubungi istana yang memintanya hadir di Istana Kepresidenan, Bogor, atas undangan Presiden Jokowi. "Oleh karena itu, tanggal 19 April saya diterima empat mata pukul 15.30 WIB," ujar Usamah.

Dalam pertemuan itu, Presiden mempertanyakan konten apa yang hendak disampaikan saat pertemuan dengan PA 212 nanti. Usamah menjawab, para ulama di PA 212 hanya ingin bersilaturahim sekaligus membicarakan kriminalisasi terhadap ulama dan meluruskan silang komunikasi antara ulama dan pemerintah.

Usai pertemuan empat mata itu, Usamah menjelaskan, Presiden berjanji mengkaji dengan tim kecil terlebih dahulu. "Lalu, malamnya, saya diberi tahu bahwa Ahad kami bisa bertemu dengan Presiden. Jadi, tidak ada yang mengundang ataupun diundang, sebenarnya. Sama-sama mengundang," ucap Usamah.

Pertemuan antara Tim 11 Ulama Alumni 212 dengan Presiden Jokowi tersebut diawali dengan shalat Zhuhur berjamaah dan makan siang bersama. Pertemuan yang membahas terkait kriminalisasi ulama dan aktivis 212 itu berakhir sekitar pukul 14.30 WIB.

Ini sedianya bukan pertemuan pertama dengan tokoh-tokoh yang mengklaim sebagai ujung tombak Aksi 212. Pada Ahad, 26 Juni 2017, sejumlah pimpinan GNPF menemui Presiden di Istana Merdeka. Pertemuan kali itu disebut telah direstui Habib Rizieq.

Pertemuan yang bertepatan dengan perayaan Idul Fitri 1438 Hijriyah itu dihadiri Yusuf Martak, Ketua GNPF Bachtiar Nasir, Wakil Ketua GNPF Zaitun Rusmin, Juru Bicara GNPF Kapitra Ampera, serta pengurus lainnya, yakni Habib Muchsin dan Muhammad Lutfi Hakim.

Yang belakangan menjadi persoalan, pertemuan terkini pada akhir pekan lalu mulanya dirancang tak diketahui publik alias rahasia. Yusuf Martak menuturkan, pihak istana sempat memberikan isyarat secara tersirat untuk tidak memublikasikan pertemuan itu. Ia menjelaskan, saat pihaknya hendak masuk ke Istana, semua telepon genggam tidak diperkenankan dibawa masuk.

"Berarti, secara tersirat ditunjukkan bahwa tidak boleh ada foto dan rekaman," ucapnya, kemarin.

Bahkan, Yusuf menambahkan, Presiden Jokowi meminta agar fotografer di depannya berhenti mendokumentasikan kegiatan. Tujuannya agar pertemuan lebih terfokus. Saat itu, pihak Tim 11 Ulama Alumni 212 teng ah membicarakan keluhan tentang hujatan, penghinaan, dan tindakan kriminalisasi yang dialami ulama dan aktivis 212.

Yusuf menuturkan, Tim 11 Ulama Alumni 212 sebenarnya ingin saja membuat pertemuan tersebut terbuka dan tanpa ada rahasia. "Kalau mau buka forum antara pemerintah dan tokoh 212 pun kami siap," ujar dia. Ia mengklaim, Tim 11 Ulama Alumni 212 sedari awal tidak menentukan pertemuan tersebut bersifat terbuka atau tertutup.

Al-Khaththath sebagai Sekretaris Tim 11 Ulama Alumni 212 juga menyesalkan bocornya foto dan berita terkait pertemuan. Ia menengarai kebocoran tersebut dilakukan pihak ketiga yang ingin mengadu domba Presiden, ulama, dan umat Islam.

"Kami meminta kepada pihak istana untuk mengusut tuntas bocornya foto dan berita sebagai kelalaian aparat istana yang tidak bisa menjaga rahasia negara," ucap al-Khaththath.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menyatakan, istana tidak membocorkan foto pertemuan itu. "Bukan. Biro Pers tidak membocorkan foto-foto pertemuan tersebut," kata Bey Machmudin, Rabu (25/4).

Ia menegaskan, pertemuan tersebut memang digelar tertutup dan tak ada awak media yang meliput.

Presiden Jokowi juga langsung angkat bicara soal pertemuan tersebut. Ia mengatakan, yang dia lakukan dengan sejumlah alumni 212 merupakan sesuatu yang biasa karena dia memang kerap bertemu dengan sejumlah ulama, baik di Jakarta, Bogor, maupun saat kunjungan kerja ke sejumlah daerah. Semangatnya dalam pertemuan tersebut adalah untuk menjalin silaturahim dengan para ulama, habib, kiai, dan ustaz yang ada di seluruh provinsi di Indonesia.

Melalui pertemuan tersebut, Presiden berharap pemerintah dan para alim ulama bisa menjalin ukhuwah dalam rangka persaudaraan dan persatuan. "Kita harapkan dengan bersambungnya silaturahmi, beriringnya ulama-umara dapat menyelesaikan banyak masalah, problem yang ada di masyarakat, di umat, diselesaikan bersama-sama," ujar Jokowi seusai meninjau ekspor mobil di pelabuhan Tanjung Priok, kemarin.

Terkait tuntutan soal penghentian kriminalisasi ulama, Jokowi enggan membeberkannya. Dia justru menceritakan awal mula pertemuan yang diawali dengan salat Zhuhur berjamaah. Setelah itu, mereka pun berbincang sambil makan siang. Usai santap siang, kata Presiden, pertemuan itu berakhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement