Senin 05 Dec 2022 09:43 WIB

Alumni 212 Dinilai Lebih Bermagnet Jika Gelar Taubat Nasional

Taubat Nasional untuk merespon berbagai peristiwa yang terjadi saat ini.

Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegalega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyebut kegiatan Alumni 212 akan lebih bergaung jika konteksnya taubat nasional.
Foto: istimewa
Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegalega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyebut kegiatan Alumni 212 akan lebih bergaung jika konteksnya taubat nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegalega Sukabumi, Toto Izul Fatah, mengatakan kegiatan Alumni 212, akan jauh lebih bermakna dan bemagnet kuat jika agenda utamanya Taubat Nasional, bukan Munajat Akbar. Terutama, dalam kontek merespon berbagai kejadian alam belakangan ini.

Hal ini disampaikan Toto menanggapi acara rutin tahunan yang digelar umat Islam dan para tokohnya yang tergabung dalam  Alumni 212 Jumat (2/12) lalu. Kegiatan ini dinilai gaungnya tidak sebesar acara serupa sebelumnya.

“Tanpa bermaksud mengecilkan,  acara para alumni 212 Jumat lalu itu memang seperti mulai kehilangan daya tariknya. Tidak lagi bergaung dan bergema seperti sebelumnya. Harusnya ini menjadi bahan renungan para penyelenggara agar acara lebih bermakna dan bermagnet,” kata Toto, dalam siaran persnya, Senin (5/12/2022).

Karena itulah, Toto yang juga peneliti senior LSI Denny JA ini berpendapat, tanpa harus selalu dikaitkan dengan momen 2 Desember, para tokoh Alumni 212 akan lebih bermagnet kuat jika menjadi pelopor gerakan Taubat Nasional. Termasuk dengan mengajak  semua pihak dan kelompok, mulai dari Presiden, para menteri, anggota DPR, ormas, akademisi dan lain-lain, untuk hadir.

Menurut Toto, Taubat Nasional itu bukan saja ekpresi pengamalan Sila Pertama Pancasila, tapi juga respon nyata kesadaran kolektif  yang bersifat teologis dan eskatologis yang sangat relevan dengan kebutuhan bangsa saat ini. Utamanya, dalam menghadapi berbagai musibah alam belakangan ini yang tiada henti, baik gempa, banjir maupun longsor.

“Saya tidak sedang menafikan peran doa baik lewat Munajat Akbar maupun Istighosah, karena doa memang bagian dari kesadaran tentang butuhnya pertolongan Tuhan. Tapi yang tak kalah penting adalah, kesadaran kita untuk mengakui secara jujur betapa banyaknya dosa kita lewat permohonan ampunan kepada Tuhan. Dan itulah yang disebut dengan Taubat,” ungkapnya.

Namun begitu, lanjutnya, taubat  itu sebaiknya bukan urusan hanya satu dua orang, tapi harus menjadi kesadaran kolektif, mulai dari presidennya, elit politiknya,  para tokoh agamanya  sampai rakyatnya.  Itulah Taubat Nasional, yaitu pengakuan berjamaah yang jujur dan tulus dari bangsa ini atas segala macam bentuk salah, khilaf dan dosa-dosa kita.

Toto berharap, taubat ini menjadi formula manjur turunnya pertolongan Allah dari berbagai macam bencana alam, termasuk perilaku-eprilaku makhluknya yang makin jauh menyimpang, baik dalam bentuk korupsi, ketidakadilan, kedzaliman, kesewenang-wenangan.

Dicontohkan dia, aneka musibah alam yang terjadi belakangan ini harusnya cukup menggambarkan betapa rapuhnya dan tak berdayanya manusia di mata Allah. Dan ini semua terjadi pasti bukan karena Allah jahat kepada makhluknya, tapi ini lebih karena ulah-ulah makhluknya yang sudah menyimpang dari ajaranNya.

Dalam kontek itulah, Toto meminta para tokoh alumni 212 mengambil peran sebagai pelopor gerakan Taubat Nasional ini. Sehingga, semua pihak mulai dari  para habib dan tokoh agamanya, presiden dan para elit negeri lainnya, termasuk rakyatnya memiliki kesadaran betapa pentingnya menghadirkan Allah bukan saja untuk diminta pertolongannya (doa), tapi juga diminta ampunanNya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement