Senin 23 Apr 2018 18:41 WIB

Fahri Hamzah Susun Usulan Hak Angket Soal TKA

Fahri mengatakan sudah terlalu banyak masalah dengan kedatangan pekerja asing

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan dirinya sedang menyusun naskah usulan Hak Angket DPR tentang Tenaga Kerja Asing. Naskah tersebut berisikan kesimpulan sementara bahwa dalam keputusan atau kebijakan pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ada pelanggaran undang-undang, kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/4).

"Ini yang sedang disusun dan saya mendengar beberapa teman juga siap untuk menandatangani, saya juga siap untuk menandatangani karena terlalu banyak masalah dengan kedatangan pekerja kasar ke Indonesia," katanya.

Ia menilai kedatangan pekerja kasar ke Indonesia menyebabkan kecemburuan dari masyarakat Indonesia yang menganggur namun tiba-tiba pemerintah mendatangkan pekerja asing tanpa alasan dan diduga bertentangan dengan UU.

Sebelum Perpres itu dikeluarkan, katanya lagi, orang asing sudah banyak yang datang. Setelah kebijakan itu dikeluarkan, seolah-olah melegalkan, padahal undang-undang telah melarang.

Fahri menilai kebijakan soal TKA itu tidak cukup dengan interpelasi melalui jawaban tertulis, tetapi lebih baik dilakukan investigasi melalui Pansus Angket TKA. Menurut dia, langkah investigasi melalui Pansus juga memberikan ketenangan kepada publik mengenai apa yang sebenarnya terjadi terkait dengan Perpres tersebut.

"Gaduh itu misalnya ada pekerja asing asal Cina menghina bendera. Dari beberapa kejadian yang dianggap mengganggu oleh aktivitas pekerja asing," katanya.

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan Pansus Hak Angket DPR tentang TKA karena menduga keputusan pemerintah terkait dengan TKA tersebut telah melanggar UU sehingga level pengawasannya, bukan hanya hak bertanya biasa atau interpelasi.

Kalau hak bertanya, kata dia, adalah hak individual anggota, hak interpelasi adalah hak pertanyaan tertulis lembaga tetapi karena diduga ini levelnya adalah pelanggaran undang-undang. Oleh karena itu, pansus angket diperlukan untuk menginvestigasi kebijakan.

"Dalam interpelasi, dia tidak ada investigasi, kunjungan lapangan, tidak ada pemanggilan, hanya bertanya melalui paripurna dan dijawab melalui paripurna," kata Fahri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement