Ahad 22 Apr 2018 18:36 WIB

KPU Putuskan tak Lakukan PK Terhadap Status Hukum PKPI

KPU merujuk pada PerMA yang tidak memperbolehkan upaya hukum setelah putusan PTUN.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Jenderal TNI (purn) AM Hendropriyono (kedua kanan) bersama Sekjen PKPI Imam Anshori Saleh (kanan) menyapa kader PKPI seusai menghadiri penetapan partai politik dan nomor urut partai politik peserta pemilihan umum tahun 2019 di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Jumat (13/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Jenderal TNI (purn) AM Hendropriyono (kedua kanan) bersama Sekjen PKPI Imam Anshori Saleh (kanan) menyapa kader PKPI seusai menghadiri penetapan partai politik dan nomor urut partai politik peserta pemilihan umum tahun 2019 di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Jumat (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya tidak akan melakukan pengajuan kembali (PK) atas putusan PTUN Jakarta terhadap status hukum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Hal itu didasarkan atas Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) yang tidak memperbolehkan upaya hukum lain setelah ada putusan PTUN.

Hasyim menjelaskan, menurut PerMA Nomor 5 Tahun 2017, dalam pasal 13 ayat (5), menyebutkan putusan PTUN bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi, atau pengajuan kembali. "Dengan demikian, status hukum putusan PKPI sudah berkekuatan hukum tetap," ujar Hasyim dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Ahad (22/4).

Merujuk kepada aturan ini, maka KPU hanya melakukan pelaporan atas dugaan pelanggaran kode etik dan tingkah laku hakim PTUN. Laporan itu disampaikan kepada lembaga yang berwenang, yakni Komisi Yudisial (KY).

"Benar (hanya melaporkan ke KY), sebagaimana konsekuensi ketentuan dalam PerMA Nomor 5 Tahun 2017 itu," tegas Hasyim.

Sebelumnya, KPU menyatakan akan mempertimbangkan upaya pengajuan PK atas putusan PTUN Jakarta terhadap status hukum PKPI. Namun, PK baru akan dilakukan jika ada bukti baru (novum) atas penanganan kasus hukum partai pimpinan Hendropriyono itu.

KPU, dalam keputusan rapat pleno bersama sebelumnya, baru memastikan bahwa mereka akan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim PTUN Jakarta. Laporan yang ditujukan kepada KY itu sudah dalam masa penjajakan oleh kedua belah pihak.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKPI, Imam Anshori Saleh, mengatakan pihaknya merasa lega dengan sikap KPU yang tidak melakukan PK. Sebab, wacana PK oleh KPU meresahkan kader PKPI di daerah.

Menurut Imam, para kader masih belum yakin atas status hukum PKPI. "Sehingga banyak kader ragu mendaftar sebagai caleg," ujar Imam dalam keterangan tertulisnya pada Ahad.

Pada 11 April, PTUN memutuskan menerima seluruhnya gugatan PKPI terkait hasil verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019. Putusan tersebut dibacakan pada oleh Ketua Majelis HakimPTUN, Nasrifal, Rabu pagi.

"Pertama, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan membatalkan surat keputusan KPU Nomor 58/PL.01.1-Kpt/03/KPU/II/2018 Tentang Penetapan Parpol Peserta Pemilu 2019," ujar Nasrifal dalam sidang putusan diPTUN, Jakarta Timur.

Selain dua putusan itu, PTUN juga memerintahkan pihak KPU sebagai tergugat untuk mencabut SK Nomor 58, pada poin yang menetapkan PKPI tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2019. Terakhir, PTUN memerintahkan KPU menerbitkan SK tentang penetapan PKPI menjadi parpol peserta Pemilu 2019 dan menghukum pihak KPU membayar biaya perkara sebesar Rp 1.860.000,-.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement