Jumat 20 Apr 2018 14:33 WIB

Istana Nilai DPR tak Perlu Bentuk Pansus TKA

Pemerintah siap menjelaskan ke DPR terkait Peraturan Presiden (Perpres) tentang TKA.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menilai, DPR tak perlu membentuk panitia khusus (Pansus) angket mengenai tenaga kerja asing. Moeldoko mengatakan, pemerintah siap memberikan klarifikasi kepada DPR terkait Peraturan Presiden (Perpres) nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA).

"Ya perlu penjelasan. Tidak perlu Pansus lah, ini kan hanya perlu klarifikasi. Pemerintah siap memberikan klarifikasi apa sih sebenarnya," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (20/4).

Moeldoko menjelaskan, dalam Perpres tersebut hanya mengubah masalah administrasi masuknya pekerja asing. Yakni dalam hal proses pengurusan izin TKA untuk bekerja di Indonesia yang tadinya membutuhkan waktu yang lama menjadi lebih singkat.

"Yang sebelumnya dari yang tadinya tidak ada batasan waktu sekarang ada batasan waktu. Kalau dulu gak jelas, sekarang diatur," ujarnya.

Kendati demikian, secara substansi, persyaratan perizinan masuknya TKA tak berubah. Salah satunya yakni terkait kemampuan. "Intinya tetap ada persyaratan tertentu yang harus dimiliki TKA yang ingin bekerja di Indonesia," ucapnya.

Terkait adanya TKA illegal yang masuk dan juga bekerja di Indonesia, Moeldoko berpendapat masalah ini tak hanya dihadapi oleh Indonesia. Bahkan sejumlah negara lainnya juga menghadapi masalah yang serupa.

"Di Amerika yang canggih tenaga ilegalnya banyak, tenaga kerja ilegal dari Indonesia di Malaysia juga banyak. Di Indonesia juga seperti itu, sama persoalannya," kata Moeldoko.

Usulan pembentukan panitia khusus mengenai tenaga kerja asing ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Ia menilai perpres tersebut merupakan kebijakan yang salah arah lantaran tak berpihak kepada tenaga kerja lokal.

Selain itu, kebijakan tersebut juga dinilainya tak sesuai dengan janji Presiden Jokowi untuk membuka 10 juta lapangan kerja bagi anak bangsa. Karena itu, ia menilai yang diperlukan saat ini adalah upaya untuk melindungi tenaga kerja lokal.

Sementara itu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai kebijakan tersebut mengancam keberadaan tenaga kerja lokal. Ia juga menuding, sebelum adanya perpres tersebut, pemerintah telah melakukan pengiriman TKA tanpa prosedur ke Indonesia.  Menurut dia, pembentukan pansus angket tersebut diperlukan untuk melakukan investigasi prosedur pengiriman TKA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement