REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan partainya prihatin dengan kontestasi politik yang diwarnai berbagai ujaran kebencian, provokasi, dan pernyataan negatif lainnya. Dia mengatakan praktik-praktik tersebut sangat jauh dari tradisi ketimuran.
Dia menyatakan tradisi kebudayaan di seluruh pelosok nusantara dipenuhi nilai kemanusiaan, kerukunan, welas asih, sopan santun, moral, etika, dan kedisiplinan dalam berbicara. Karena itu, politik seharusnya mengedepankan pernyataan yang berkeadaban dan mencerdaskan publik, serta berorientasi pada kemajuan bangsa.
“Bukan sebaliknya, keluar berbagai ungkapan yang menciptakan pertentangan, dan energi bangsa terkuras ke dalam," kata dia dalam keterangan pers yang diterima, Sabtu (14/4).
Hasto menambahkan, PDIP mencermati orientasi kekuasaan yang berlebihan dengan praktik menghalalkan segala cara telah membuat sebagian kecil tokoh menjadi gelap mata. Dia mengatakan, sebagian kecil tokoh merasionalkan segala tindakannya dengan berbagai cara.
Karenanya, harus diingat, bahwa pemilukada, pemilu legislatif dan pemilu presiden, hanya alat mencari pemimpin untuk rakyat. "Siapapun yang dipercaya rakyat, menjadi pemimpin kita semua,” kata dia.
Dia menyatakan pihak yang menang akan menjabat selama 5 atau maksimum 10 tahun. “Inilah tradisi pemilu yang hidup. Jadi pemilu adalah peristiwa politik biasa dalam tatanan negara demokratis. Jangan sampai pemilu menghadirkan gagasan yang memecah belah bangsa," tutur dia.
Hasto juga menyampaikan janganlah rusak keadaban Indonesia dengan berbagai pernyataan yang tidak perlu dan membutakan rasionalitas publik. Sebab politik itu menyatukan, membangun harapan dan penuh dengan gagasan perjuangan untuk kepentingan bersama sebagai satu bangsa.
"Marilah kita jalani seluruh tahapan pemilu dengan kegembiraan politik dan gerakan ke bawah di tengah rakyat, dengan narasi rasa cinta tanah air, daripada menyampaikan berbagai ujaran kebencian yang menguras energi persatuan kita," katanya.