Jumat 13 Apr 2018 16:11 WIB

Sindiran Setnov dalam Puisinya di Sidang Pleidoi

Setnov mengatakan ada orang berupaya cuci tangan di kolong meja dan menertawakannya

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto menyerahkanbuku tentang dirinya kepada jaksa penuntut umum seusai membaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4).
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto menyerahkanbuku tentang dirinya kepada jaksa penuntut umum seusai membaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus korupsi KTP-el Setya Novanto (Setnov) jugalah manusia biasa yang memiliki hati dan air mata. Dalam agenda sidang pleidoi di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Jakarta Pusat, usai membacakan pleidoinya, Setnov terisak membacakan puisinya.

Berikut adalah bait-bait puisi karya Linda Djalil yang dibuat pada 5 April 2018:

"Di Kolong Meja"

Di kolong meja ada debu

yang belum tersapu

karena pembantu sering pura-pura tak tahu

Di kolong meja ada biangnya debu

yang memang sengaja tak disapu

bersembunyi berlama-lama

karena takut dakwaan seru

melintas membebani bahu

Di kolong meja tersimpan cerita

seorang anak manusia menggapai hidup

gigih dari hari ke hari

meraih ilmu dalam keterbatasan

untuk cita-cita kelak yang bukan semu

tanpa lelah dan malu

bersama debu menghirup udara kelabu

Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia

yang semula bersahaja

akhirnya bisa diikuti siapa saja

karena cerdas caranya bekerja

Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela

ada pula yang terjal bergelombang

siap menganga

mengadang segala cita-cita

apabila ada kesalahan membahana

kolong meja siap membelah

menerkam tanpa bertanya

bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasaran

Di kolong meja ada pecundang

yang bersembunyi sembari cuci tangan

cuci kaki

cuci muka

cuci warisan kesalahan

Apakah mereka akan senantiasa di sana

dengan mental banci berlumur keringat ketakutan

dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement