Jumat 13 Apr 2018 08:03 WIB

Mengapa Pencapresan Prabowo Menjadi Penting?

Deklarasi Prabowo sebagai capres dilakukan setelah bertemu Luhut Pandjaitan.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) memberi keterangan pada wartawan saat menghadiri acara Rapat Kerja Nasional Bidang Advokasi dan Hukum DPP Gerindra di Jakarta, Kamis (5/4).
Foto:
Prabowo Subianto.

Pengamat Politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto menilai kesamaan kandidat calon pada Pilpres 2019 dan 2014 bukan suatu kemunduran demokrasi. Justru, menurut dia, itu menunjukkan kondisi politik yang sebenarnya.

"Wajar jika pejawat ingin melanjutkan kekuasaannya, di semua negara pun begitu. Mantan capres yang masih memungkinkan untuk nyapres pun bisa mencalonkan kembali. Jadi, di sini tidak bisa dibilang kemunduran atau kemajuan. Ini real politik," tutur dia, Kamis (12/4).

Toto melanjutkan, orang yang menjadi capres memang harus memiliki kekuatan besar dan tidak bisa sekadar sosok yang tanggung dari sisi keterkenalan dan elektabilitas. Karena itu, pilpres menjadi arena bagi tokoh-tokoh yang paling "berkuasa" untuk saat ini.

Faktor Luhut

Politikus Partai Hanura Rufinus Hutahuruk mempertanyakan latar belakang deklarasi majunya Prabowo. Apakah memang atas kehendak Prabowo yang didesain para pemangku kepentingan Gerindra atau ada kepentingan lain.

Kecurigaan Rufinus bukan tanpa sebab. Menurut anggota Komisi II DPR tersebut, deklarasi Prabowo yang dilakukan setelah pertemuan dengan Luhut Pandjaitan pada pekan lalu patut dipertanyakan kembali. "Tidak lama setelah itu, langsung rakornas dan tertutup pula. Itu patut dipertanyakan," ujarnya.

Rufinus tak menampik, deklarasi Prabowo membuktikan demokrasi di Indonesia berjalan baik. Tapi, di sisi lain, ada kemungkinan deklarasi ini menjadi desain untuk menunjukkan bahwa seakan-akan ada petarung selain Jokowi. Artinya, ada sebuah skenario intervensi dari para pemangku kepentingan yang ingin mencari panggung pertarungan.

Tapi, apabila memang ingin bertanding secara nyata, Rufinus tetap optimistis posisi Jokowi tetap berada di atas angin. Sebab, secara rasional, berbagai lembaga survei telah memperlihatkan bahwa Jokowi memiliki elektabilitas tinggi, terutama ketika berhadapan dengan Prabowo.

"Kemungkinan itu bisa berubah apabila ada nama lain, seperti Anies Baswedan atau AHY," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement