REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Halimatus Sa'diyah, EH Ismail
Setiap tahun, Republika menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan. Mereka yang terpilih adalah sosok-sosok yang memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan melakukan perubahan di tengah masyarakat. Berikut adalah profil mereka
(bagian 2).
Mengabdi pada negara sebagai seorang pegawai negeri sipil merupakan jalan hidup yang dipilih Basuki Hadimuljono. Selama 37 tahun mendedikasikan diri dan berkarya di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki sering dipercaya menangani beragam kasus bencana.
Tercatat, dia pernah mengemban tugas khusus nasional antara lain sebagai ketua Kelompok Kerja Sumber Daya Air Rehabilitasi Pascatsunami Aceh pada 2004-2005 dan ketua Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo pada rentang 2006-2007.
Saking seringnya dipercaya memimpin tim pengendalian bencana, Basuki yakin dia memang dilahirkan ke dunia untuk bencana. “I was born for disaster,” ujarnya saat menerima tim Republika dalam sesi wawancara khusus di kantornya, Senin (2/4).
Dengan duduk santai di sofa tamu, di depan ruang kerjanya, Basuki sesekali berkelakar saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pembawaan pria kelahiran Surakarta, 5 November 1954, ini memang terlihat santai dan penuh canda. Kendati demikian, Basuki adalah sosok figur yang tegas manakala berurusan dengan pekerjaan dan amanah.
Basuki percaya, karakter dirinya saat ini terbentuk dari pengalaman-pengalaman menangani bencana. Dari sejumlah pengalaman menangani musibah, tsunami dan tragedi lumpur panas Sidoarjo diakui Basuki telah memberikan satu pelajaran hidup yang berharga.
Dari bencana tersebut, lulusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada 1979 ini belajar untuk tidak menyombongkan diri. Basuki menuturkan, sebagai ketua Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, dia wajib melaporkan perkembangan penanganan bencana kepada menteri pekerjaan umum yang menjabat saat itu.
Saat melapor, Basuki mengaku sering terlalu percaya diri semua sudah dapat teratasi. Namun, esok harinya, tanggul penahan lumpur justru jebol. Kejadian tersebut bahkan berulang hingga beberapa kali. “Itu yang saya amati. Begitu sombong sedikit, jebol.”
Selama sembilan bulan menangani lumpur panas Sidoarjo, Basuki menggunakan pendekatan penanganan bencana selayaknya mengurus bayi yang harus diperhatikan selama 24 jam. Ia tak malu memperlakukan lumpur panas bak manusia yang bisa diajak berkomunikasi. Sebab, Basuki percaya, meski dianggap sebagai bencana, lumpur panas juga ciptaan Tuhan yang harus diperlakukan dengan baik. “Kalau dengan kasih sayang, hasilnya pasti beda.”
Sebelum dipercaya menjadi menteri pada 2014, Basuki pernah menduduki sejumlah posisi strategis di Kementerian Pekerjaan Umum. Antara lain menjadi direktur jenderal sumber daya air (2003-2005), kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (2005-2007), inspektur jenderal (2007-2013), dan direktur jenderal penataan ruang (2013-2014).